Pasar Kamis dan Masa Depan Golo Sengang


DULU, dalam konteks negara, ketika pasar itu sederhana sekali dan dibentuk oleh inisiatif warga dan tanpa intervensi negara seperti sekarang, pasar adalah harapan bersama untuk memenuhi kebutuhan. Bahkan dalam pandangan Fahri Hamzah dalam bukunya “Negara, Pasar dan Rakyat” (2010), ketika uang belum lagi menjadi alat tukar dan sekarang menjadi medium eksploitasi pasar pertukaran barang (barter) berjalan tanpa distorsi dan semua harapan permintaan dan penawaran lebih mudah menjadi kenyataan. Hal ini tentunya tidak menafikan sulitnya mencari orang yang ingin menjual kerbau ketika kita ingin mendapatkan uang. 

Dalam konteks desa, salah satu kunci utama tercapainya pembangunan desa adalah adanya pasar sebagai salah satu pusat tumbuhnya ekonomi warga. Di berbagai negara maju, atau bahkan di kota besar di Indonesia, keberadaan pasar menjadi hal yang sangat penting. Pasar menjadi tulang punggung kemajuan ekonomi sekaligus pembangunan. 

Dalam skala kecil, pasar dapat menjadi pusat jual-beli kebutuhan warga. Bahkan dalam konteks pasar kampung, keberadaan pasar dapat menjadi tempat untuk “barter” barang kebutuhan seperti bahan baku makanan, sayuran, lauk, minyak goreng, pakaian dan kebutuhan dapur lainnya. 

Dalam pandangan pakar ekonomi Universitas Indonesia (UI), Rizal Edy Hakim, pasar adalah denyut nadi kehidupan masyarakat, termasuk masyarkat desa, bahkan di perkampungan. Tanpa pasar, kata dia, pembangunan hanyalah mimpi di siang bolong. Bahkan masyarakat desa tanpa pasar dapat menghambat berbagai macam pembangunan. Sebab magnet dan daya tarik kemajuan adalah pasar. 

Pua dan Pasar Kamis 

Jauh-jauh hari sebelum menjadi Desa Defenitif, Pua sudah kerap menyampaikan perlunya pasar, saat itu masih menyatu dengan Desa Golo Manting. Ketika itu masih dipimpin oleh Bapak Yakobus Rabu. Dari berbagai aspek, sebetulnya saat itu sudah memungkinkan dibentuknya pasar. Namun entah karena alasan apa, pemerintah desa Golo Manting saat itu belum mendirikan pasar. 

Lalu belakangan muncul penggilingan padi untuk menjadi beras. Seingat saya, waktu itu pertama kali berada di Leheng. Belakangan muncul di berbagai lokasi, baik di Golo Manting maupun di Golo Sengang. Di sekitaran lokasi penggilingan biasanya dijadikan oleh masyarakat untuk berjualan berbagai kebutuhan seperti minyak tanah, sabun mandi, sabun cuci, telur, ikan, makan ringan, obat-obatan dan kebutuhan lainnya. 

Kelak pada tahun 1997 ketika Pua didaulat menjadi Kepala Desa Golo Sengang (Persiapan), Pua sudah mulai menginisiasi dibentuknya pasar. Sehingga kelak ketika menjadi Desa Defenitif, ide tentang perlunya pasar di Desa Golo Sengang sudah kencang diperbincangkan. Pua termasuk sosok yang memulai dan menularkan ide ini ke banyak tokoh dan warga. Tentu karena dukungan dari masyarakat di berbagai kampung atau RT yang ada di Desa Golo Sengang.   

Lalu pada Kamis 11 Maret 1999, berdiri dan aktivitas pasar dimulai, namanya Pasar Kamis, berlokasi di Leheng. Tepatnya di salah satu lokasi Tanah Desa. Pasar ini menggunakan sistem “barter” dan sistem konvensional sebagaimana umumnya pasar di berbagai tempat. Bila yang pertama praktisnya barang ditukar dengan barang, sementara yang kedua barang dibeli menggunakan uang.  

Saat pulang libur sekolah dari Kediri, Lombok Barat, NTB pada tahun 2000 dan 2001 silam, saya menyaksikan pasar ini sangat hidup. Tukar menukar hasil pertanian masyarakat terlihat jelas. Beras ditukar dengan sayur, ikan ditukar dengan uang, ada juga yang ditukar pakai kopi, dan berbagai macam jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Bahkan ada juga yang menjual pakaian dalam beragam motif, termasuk ada pedagang yang berasal dari luar kota seperti dari Bima, NTB.  

Saya menyaksikan masyarakat terutama para pedagang dan petani aktif menghadiri kegiatan pasar yang berlangsung setiap hari Kamis. Geliat ekonomi terlihat nyata dan benar-benar menambah saldo harapan bahwa Desa Golo Sengang dapat menjadi salah stau desa termaju dengan kualitas kesejahteraan masyarakatnya yang meningkat dari waktu ke waktu. 

Pasar ini berlangsung selama kurang lebih 5 tahun. Walau tergolong singkat, namun sangat bersejarah bahkan layak dikenang. Pertumbuhan ekonomi warga terlihat jelas. Bahkan sosialisasi dan interaksi sosial antar warga lintas kampung juga desa terjadi begitu nyata kala itu. Satu fenomena kehidupan yang benar-benar unik dan layak diapresiasi. 

Namun pasar ini akhirnya tak berlanjut karena tindakan beberapa oknum warga yang menghalang sebagian besar warga untuk melakukan kegiatan pasar. Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis 30 Desember 2004 pagi. Dan setelah itu, tak ada lagi pasar di Desa Golo Sengang. 

Hal tersebut bisa dipahami dari surat pemberitahuan kondisi desa yang disampaikan oleh Pua sebagai pemerintah desa kepada Bupati Manggarai Barat, melalui Camat Sano Nggoang di Werang kala itu. Pada surat tersebut Pua memberitahukan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) Desa Golo Sengang, termasuk dinamika saat itu. 

Saya sendiri tak tertarik untuk ikut serta dalam berbagai masalah di kampung dan desa. Selain karena tak memahami dinamika masyarakat di kampung dan desa, saya juga lebih fokus pada karier saya di tanah rantauan. Apalagi saya sudah ber-KTP Jawa Barat, tentu tak elok bila saya terlalu jauh mengurus berbagai kejadian di kampung atau desa asal saya. 

Suatu ketika saya berbincang santai dengan Pua berkaitan dengan hal tersebut. Pua tak bercerita banyak, karena menurut Pua, dirinya fokus pada pembangunan dan kemajuan desa. Hal ini saya akui, sebab Pua memang sosok yang tertib dalam segala hal. Sejak menjadi Kepala Dusun Cereng pada tahun 1980, Pua selalu mengutamakan kebersamaan dan kemaslahatan bersama. 

Saat itu, Pua sempat menjelaskan bahwa kalau saja Pasar  Kamis kembali dibuka, maka itu menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru di tengah masyarakat Golo Sengang dan sekitarnya. Sebab bagaimana pun, pasar adalah medium sekaligus pusat pertumbuhan ekonomi yang sangat berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat dan kemajuan desa. 

Berkaitan dengan hal tersebut, saya teringat dengan firman Allah dalam al-Qur’an, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-nya pula.” (QS. az-Zalzalah: 7-8)

Mungkin Pua benar-benar mengingat dan sangat paham apa kandungan ayat tersebut, sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa benar-benar fokus pada mandat yang diembannya. Pua fokus berbuat baik dan menjalankan tugas sebagai amanah berat yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak. 

“Semoga Allah mengganti semuanya dengan yang lebih baik. Kita menjadi pemerintah atau pengurus desa karena mendapat kepercayaan masyarakat. Kita jalani dengan niat baik karena Allah. Karena jabatan adalah amanah. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Hanya itu,” ungkap Pua suatu ketika. 

Pua sendiri terpilih menjadi Kepala Desa Persiapan Golo Sengang pada tahun 1997 hingga 2004. Pada tahun 2004, Pua terpilih kembali menjadi Kepala Desa untuk periode definitif hingga 2010. Namun sejak tahun 2008 hingga 2015 Pua mengalami sakit struk.

Karena itu, sejak Kamis 14 Mei 2009, Pua dinyatakan berhenti dan diganti oleh Bapak Abdul Abu yang pada waktu yang sama dilantik menjadi Pejabat Sementara (PJs) Kepala Desa Golo Sengang hingga berakhirnya masa jabatan atau terpilihnya Kepala Desa baru. 

Bahkan pada tahun 2012 dan 2013, Pua sempat berkunjung ke Cirebon, Jawa Barat, tempat saya berdomisili. Pua tinggal bersama saya dan keluarga kecil, bahkan setiap hari bisa menemani cucunya, anak saya yang pertama, Azka Syakira yang lahir pada Sabtu 16 Juli 2011, yang pada saat itu masih berusia 2 tahun kurang.   

Lalu, belakangan Pua kembali ke kampung bersama Ine yang saat itu kesehatannya juga agak baikan. Kemudian sedikit menurun dan kembali sembuh. Namun takdir Allah selalu yang terbaik. Pada Selasa 26 Oktober 2020 pukul 01.40 WITA Pua meninggal dunia. Semoga Allah mengampuni segala dosanya, membalas seluruh amal ibadahnya sekaligus amal kebaikannya serta menyediakan surga terbaik untuk Pua! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Abdul Tahami; Ayah, Guru dan Pemimpin Inspiratif" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an