Pelanggar Hukum Wajib Dihukum!
Bila ditelisik, presiden menyampaikan secara khusus yang berkaitan dengan penegakan hukum. Pertama, tak ada lagi pelanggar hukum yang tak tersentuh hukum, apapun status dan posisinya. Presiden menegaskan "No more untouchable", tidak ada yang tidak tersentuh hukum. Artinya, siapapun, kalau melanggar hukum tak ada yang kebal hukum.
Kedua, presiden mengapresiasi penegak hukum yang menyelamatkan lebih dari seribu triliun kerugian negara. Termasuk sukses kembali menguasai lahan tertentu. Kata presiden, lebih dari 4 juta hektare kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan yang melanggar undang-undang dan melanggar hukum. Kawasan itu kini sudah dikuasai negara.
Ketiga, pemerintah berhasil menghentikan aktivitas tambang ilegal yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 100 triliun. Contoh kasus penyelundupan tambang timah ilegal di Bangka Belitung. Menurut presiden, ini merupakan wujud ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum dan memastikan para pelanggar hukum dihukum.
Dari apa yang disampaikan oleh presiden sebetulnya menjadi alarm peringatan bagi seluruh penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga peradilan sekaligus hakim agar lebih geliat dan termotivasi untuk memastikan hukum mampu ditegakkan dan tidak dijalankan secara ugal-ugalan.
Selama ini publik menyaksikan beberapa kasus yang masih terkesan berjalan di tempat. Misalnya, dugaan korupsi di qouta haji dan beberapa BUMN. Lalu adanya proyek warisan Joko Widodo yang ugal-ugalan dan boros anggaran seperti proyek Whoosh - Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan proyek IKN. Tentu di samping kasus dan proyek lainnya.
Pembiayaan IKN saja Rp 466 triliun, 53%-nya berasal dari APBN. Lalu proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung biayanya Rp 114 triliun lebih, meningkat 30% dari estimasi awal. Dari dua proyek ini saja sudah terlihat jelas pemborosan anggaran yang begitu besar. Dalam berbagai proyek besar yang jalan di tempat biasanya tersembunyi praktik busuk: korupsi.
Berbagai proyek yang terlihat "wah" tapi anggarannya selalu berubah bahkan berkurang padahal proyek berjalan di tempat, bisa diduga di situ ada tindak pidana korupsi. Di situlah penegak hukum mesti jeli dan lebih pro-aktif. Penegak hukum termasuk hakim digaji dan mendapatkan tunjangan besar agar lebih serius dan tidak tergoda pada penyuapan.
Bila anggaran negara digunakan tepat guna dan tepat sasaran maka pemerintah tak perlu menambah utang. Utang pemerintah per Agustus 2025 yaitu Rp 8.422 triliun, sementara tahun 2024 sebesar Rp 8.253 triliun. Bunga utang yaitu Rp 480 triliun per tahun, itu setara 18% dari belanja negara. Kalau korupsi mampu diberantas, anggaran bisa lebih hemat. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia"

Komentar
Posting Komentar