Peran - Tau Cereng di Ibukota


Di sela-sela menemani anak masing-masing, kami masih sempat berkomunikasi. Obrolannya sederhana, ringan dan memang bercandanya lebih banyak. Satu-satunya yang serius adalah tidak serius. Itulah cara kami menabung energi di tanah rantauan selama puluhan tahun. Sejak usia belasan tahun hingga sekarang beranak lima dan empat. 

Status kami sama: sama-sama pengangguran. Namanya pengangguran kerjanya ngobrol. Lebih banyak menemani anak daripada bertemu dengan banyak orang. Tapi kalau sudah keluar rumah, bisa lama di luar. Kembalinya kalau sudah ditelpon oleh anak dan istri. Perantau memang begitu. Hidup di lapangan dan bergaul dengan banyak orang. 

Perbedaan kami diantaranya pola dan cara melangkah. Saya main di bawa tanah, dia di atas tanah. Bila pekerjaan saya tidak terlihat, kalau dia aktivitasnya terlihat. Tapi tetap sebagai pengangguran yang aktif. Sebab aktivitas kami tidak ada di kolom KTP. PNS bukan, ASN bukan. Aparatur atau pejabat negara juga bukan. Kami hanya perantau.

Kata orang, perantau itu terdiri dari dua asli kata. Pertama, peran, kedua, tau atau mengetahui. Jadi perantau itu harus menjalankan dua hal yaitu, (1) menjalankan peran-peran sebagai perantau seperti menjaga hubungan baik dengan banyak orang, jaga sikap dan jaga lisan. Perantau tak boleh mencari musuh, mesti fokus mencari kawan.  

Lalu (2) mesti banyak mencari tahu. Makanya perantau harus banyak belajar dan meniti pengalaman. Perantau tidak boleh terlena atau banyak tidur. Perantau mesti lihai dan otaknya encer. Bila pun tak encer, harus ada upaya agar otak encer. Pokoknya hati, perasaan dan firasat harus tajam. Kapan mesti melangkah dan kapan mesti menampung energi. 

Pengalaman menjalankan peran sederhana dan mencari tahu di atas akan berdampak pada perjalanan hidup. Baik saat ini maupun selanjutnya. Perantau sangat ditentukan oleh kegiatan kultural semacam itu. Tapi jangan salah, perantau juga menempuh pendidikan. Walaupun agak lama, tapi selesai. Jadi bisa menjadi narasumber di kegiatan mahasiswa. 

Maka siapapun yang ingin merantau, pastikan menjalankan dua hal tadi: peran dan tahu. Jangan terjebak sama lingkungan sekitar yang hedon dan terjebak barang haram. Sebab sekali terjerat, bakal ketagihan nantinya. Di situlah pentingnya silaturahim, menjaga diri dari racun kehidupan yang bukan saja merusak diri tapi juga masa depan keluarga.  

Itulah sedikit refleksi saya setelah kemarin Rabu 8 Oktober 2025 sore berbincang lama dengan salah satu tokoh muda Cereng di Senayan, Muhamad Salahudin. Sosok yang akrab saya sapa "Bapaknya Abdila" ini adalah kader Muhammadiyah yang menjadi Tenaga Ahli Anggota DPR asal NTT Bang Ahmad Yohan. Perantau yang ada peran dan tau. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Prabowo Subianto; Optimisme, Kepemimpinan dan Sepak Terjang". 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an