Pua dan Kemajuan Desa Golo Sengang
Lalu, muncul beberapa pertanyaan dalam benak saya. Bagaimana jadinya Desa Golo Sengang bila saat kepemimpinan Pua terdapat Dana Desa dan anggaran dari sumber lainnya? Bagaimana pembangunan Desa Golo Sengang bila Pua ditopang oleh Dana Desa yang sangat besar?
Bila saat itu ada Dana Desa, sangat mungkin Desa Golo Sengang mengalami kemajuan di berbagai lini. Bagaimana pun, bila tanpa Dana Desa saja bisa menjalankan atau mencapai berbagai pembangunan, apalagi bila ada Dana Desa. Tentu kalau saat itu Dana Desa sudah tersedia, besar kemungkinan Desa Golo Sengang sudah lebih maju dan perubahan terjadi di berbagi lini.
Apresiasi dan Prestasi
Seingat saya, selama menjadi Kepala Desa Golo Sengang, Pua sukses menjalankan berbagai pembangunan dan kegiatan. Bahkan Desa Golo Sengang mampu memperoleh beberapa apresiasi dan prestasi. Pua menginisiasi pengadaan air kebutuhan warga, membantu perbaikan fasilitas pendidikan dan menginisiasi perbaikan tempat ibadah.
Termasuk memimpin langsung perbaikan jalan di berbagai tempat. Hal lain, Pua juga membangun kantor desa yang kelak terbakar. Dan yang tak kalah uniknya, Tim Sepak Bola Desa Golo Sengang pernah menjadi juara satu kompetisi sepak bola tingkat kecamatan Sano Nggoang. Bahkan Desa Golo Sengang pernah menjadi tuan rumah kompetensi sepak bola tingkat kecamatan untuk sekolah tingkat dasar (SD) Se-Kecamatan Sano Nggoang.
Pada saat itu, Pua juga didirikan “Pasar Kamis”, perbaikan jalan yang kelak jadi jalan yang lebih bagus, dan berbagai hal yang menunjukkan bahwa pembangunan benar-benar terjadi saat Pua memimpin. Pua bukan saja memimpin persiapan menuju desa definitif tapi juga memimpin perubahan dalam banyak hal. Lebih detail bisa ditanyakan kepada masyarakat dan para pengurus desa pada periode Pua memimpin.
Tantangan Pembangunan Desa
Pembangun Desa adalah suatu proses pembangunan jangka panjang. Namun prosesnya dilaksanakan dalam skala jangka pendek dan runut dari satu period eke periode berikutnya. Kemampuan pemimpin desa dalam menyusun berbagai rencana pembangunan desa dapat menjadi acuan dalam menjalankan berbagai program program dan kegiatan desa.
Namun, dalam banyak tempat di berbagai tempat, pembangun desa selalu terhambat dan terhalang karena adanya masyarakat yang enggan untuk maju. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, minimnya wawasan dan pendidikan rendah. Di samping sikap acuh pada upaya perubahan dan perbaikan.
Bahkan, di beberapa desa di luar sana, ada juga yang tersulut untuk bertindak amoral dan menghambat pembangunan desa karena terlibat pada praktik judi dan mabuk-mabukkan, sehingga sulit membedakan antara yang benar dan yang salah. Bahkan memilih masa bodo pada agenda dan upaya pembangunan.
Berkaitan dengan hal ini saya menjadi teringat dengan narasi Prof. Muhammad Ryaas Rasyid suatu ketika dalam sebuah forum ilmiah. Prof. Ryaas merupakan pakar otonomi dan pemerintahan daerah kawakan negeri ini. Ia pernah menjadi menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
“Pemerintah desa adalah ujung tombak pembangunan. Ia berfungsi melayani, pemberdayaan dan pembangunan terhadap masyarakat. Tapi bila di tengah masyarakat desa terdapat kelompok primitif dan bermental pengecut, maka pembangunan menjadi terhambat,” ungkap sosok kepercayaan Prof. BJ. Habibie ini.
Dalam skala tertentu, kata Prof Ryaas, baik di pusat maupun daerah, kelompok korup selalu menghambat pembangunan. Mereka bertingkah culas dan terjebak pada pemikiran jangka pendek. Bahkan mereka tidak memiliki atensi pada kemajuan, baik pada bidang ekonomi dan budaya maupun pada bidang kepemudaan dan ekonomi masyarakat.
Tipe Kepemimpinan
Saya tentu tidak memiliki kapasitas dan kecukupan pengetahuan untuk mengulas lebih lanjut pada apa yang disinggung Prof. Ryaas. Selain karena saya tidak paham kondisinya saat itu, saya juga tidak terlalu suka mengulas sesuatu yang tidak saya tekuni.
Konsen saya adalah bagaimana dan seperti apa Pua memimpin kala itu. Lebih praktis, saya jelaskan satu persatu sebagai berikut. Pertama, perekat dan pendamai. Seingat saya, Pua memilih untuk menurunkan tensi konflik dan memilih untuk menjaga kenyamanan hubungan antar sesama masyarakat Golo Sengang yang umumnya masih memiliki hubungan darah atau kekerabatan.
Dalam banyak masalah antar sesama masyarakat, Pua selalu mengutamakan upaya mencari titik temu antar sesama masyarakat. Pua memilih menjadi perekat dan pendamai daripada menjalankan kepemimpinan secara otoriter dan menepikan upaya kultural dan negosiasi antar masyarakat. Sehingga umumnya masyarakat diajak untuk mengedepankan cara-cara persuasif dan saling menghormati antar sesama.
Kedua, berpijak pada niat dan tujuan baik. Saya sendiri pernah menggoda Pua untuk bercerita banyak hal terkait dengan berbagai kejadian di Desa Golo Sengang saat itu. Namun Pua hanya berbalik dan memandang saya lalu menjelaskan bahwa tidak semua kebaikan dinilai baik.
“Insyaa Allah niat Pua baik, semoga Desa Golo Sengang ke depan lebih maju dan semakin solid dalam menjemput kemajuan,” ungkap Pua kala itu.
Dari situlah saya semakin percaya pada Pua bahwa Pua bukan sosok yang suka menyandar ke siapapun. Bahkan dalam berbagai kejadian di kampung saat Pua menjadi Kepala Desa, Pua tidak pernah bercerita kepada saya. Pua bukan tipe orang yang menyebar masalah, Pua memilih menemukan jawaban dan solusi dengan menggunakan seluruh potensi dirinya, dan mengajak para tetua yang benar-benar layak untuk diajak bicara, terutama aparat desa yang menjadi bagian dari tim pemerintahan Pua saat memimpin.
Ketiga, pemimpin profesional. Saya harus akui dan perlu menjelaskan bahwa saya memperoleh berbagai dinamika di Cereng dan Golo Sengang justru saya peroleh dari warga lain, bahkan dari luar desa. Itu pun sekadarnya saja. Saya juga tidak ingin mengetahui dan tidak ingin terlibat dalam berbagai dinamika di kampung dan Golo Sengang kala itu.
Karena memang saat itu, saya sudah menjadi aktivis mahasiswa di kampus dan belakangan aktif di organsiasi mahasiswa eksternal kampus, juga aktif di Muhammadiyah. Saya sering mengisi berbagai seminar dan pelatihan organsiasi mahasiswa di berbagai kota di seluruh Indonesia. Bahkan belakangan membangun usaha atau menekuni bisnis. Tak ada waktu untuk mengurus hal-hal yang menurut saya tak punya dampak baik pada karier dan masa depan saya.
Untuk Pua sendiri, hanya bercerita tentang bagaimana Pua sekolah dulu era 1950-1960-an dan menjalani perannya kala itu sebagai guru. Pua juga bercerita tentang kebun dan sawah. Bagaimana padi, jagung, ubi dan berbagai tumbuhan yang ditanam di tempat Pua bercocok tanam.
Di situlah letak kepemimpinan Pua diuji. Pua sangat profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa. Pua sangat lihai dan mampu membedakan mana urusan keluarga dan mana urusan publik terutama pemerintah desa. Dua urusan ini mesti diletakkan dalam koridor yang profesional dan tidak dicampur aduk.
Pada 21-26 Maret 2020, saya pulang libur ke kampung, tepatnya 8 bulan sebelum Pua meninggal. Saya tak sedikit pun punya firasat kalau pertemuan itu merupakan pertemuan terakhir saya dengan Pua. Karena kelak pada Selasa 26 Oktober 2020 pukul 01.40 WITA, Pua meninggal dunia.
Kala itu, Pua berpesan kepada saya agar fokus meniti karier dan mengurus keluarga terutama anak dan istri. Pua juga berpesan agar menjaga silaturahim dan hubungan baik dengan siapapun. Bagi Pua, beberapa hal tersebut adalah kunci kehidupan dan jangan pernah ditinggalkan.
“Jaga silaturahim dengan siapapun, fokus meniti karier, jaga anak dan istri, dan jangan lupa ibadah,” ungkap Pua kala itu.
Begitulah Pua yang saya kenal. Pemimpin sekaligus ayah yang cerdas, tegas dan rendah hati. Pada saat yang sama, Pua bukan tipe pendendam pada siapapun. Bagi Pua, tak boleh menjadi pendendam, karena pendendam itu hidupnya tidak tenang dan menjauhkan kehidupannya dari keberkahan Allah.
“Fokus saja berbuat baik, karena itu kewajiban kita. Sesekali marah, itu wajar saja sebagai manusia biasa. Tapi menjadi pendendam itu jangan. Kakek kamu dulu adalah sosok yang bijak, bukan pendendam. Itu juga yang saya jalani selama ini,” ungkap Pua dengan nada penuh semangat.
Bahkan Pua beberapa kali memberi sekaligus meminjam uang kepada beberapa orang yang pernah tidak menyukainya. Konon mereka butuh uang untuk biaya sekolah anak-anak mereka, serta ada juga yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Dan, saat itu hanya Pua yang mau membantu, padahal Pua juga masih membutuhkan uang itu. Seingat saya, uang tersebut belum dikembalikan oleh yang meminjam hingga saat ini. Semoga saya banyak belajar pada dan dari Pua tentang dan dalam segala hal! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Abdul Tahami; Ayah, Guru dan Pemimpin Inspiratif"

Komentar
Posting Komentar