Inspirasi Mang Udin, Pedagang Sate yang Gila Baca Buku


Alhamdulillah hari ini Selasa 27 Juli 2021 setelah shalat Ashar saya kembali bersua Pedagang Sate keliling di depan rumah di kompleks perumahan. Tepatnya di Perumahan Arum Sari, di Talun, Cirebon-Jawa Barat. Ini merupakan pertemuan yang ke sekian kalinya setelah sebelumnya sudah bertemu. Seingat saya, sudah hampir dua bulan berlalu saya bersua dengannya, kini baru bisa bersua dan saling menyapa lagi. Sebuah pertemuan yang sangat berharga dan dirindukan insyaa Allah. 

Saya termasuk yang haru dan bangga padanya. Begitu giat ia berdagang, mendorong gerobak sate yang ia jual. Saya semakin haru dan bangga karena ia pun berkenan memiliki dan membaca buku terbaru saya yang berjudul "Kalo Cinta, Nikah Aja!", yang baru saja diterbitkan oleh Penerbit Zahir Publishing, Yogjakarta.  Termasuk beberapa bulan sebelumnya ia juga berkenan memiliki dan membaca buku saya yang berjudul "Melahirkan Generasi Unggul", "Plan Your Success", "Pendidikan Ramadan" dan "Menjadi Pendidik Hebat". 

Sebagai informasi, ia adalah pembaca buku yang tergolong aktif. Bahkan menurut saya ia bisa dibilang tergolong gila baca. Bayangkan saja, di sela-sela berdagang, ia sempatkan untuk membaca buku. Ingat, ia Pedagang Sate keliling. Bukan akademisi yang bergelar panjang. Bukan pejabat dengan jabatan serba wah. Ia warga biasa yang mungkin kerap dianggap remeh. Beberapa bulan terakhir terhitung 10 buku yang tuntas ia baca. Empat diantaranya adalah buku saya. Bila ditambah dengan buku baru "Kalo Cinta, Nikah Aja!", berarti sudah 5 buku saya yang ia beli dan baca. 

Saya sangat termotivasi oleh Pedagang Sate yang kerap disapa Mang Udin ini. Jangan kan menempuh pendidikan tinggi, bahkan ia tak menempuh pendidikan dasar seperti kebanyakan orang di luar sana. Tapi ia begitu antusias untuk membaca. Ia begitu rajin membaca beragam judul buku. Tak ada rasa malu dan merasa terbelakang. Baginya, membaca adalah penambah nutrisi diri dalam mengarungi kehidupan yang semakin rumit. Tak boleh lelah untuk belajar, seperti tak boleh lelah untuk menjemput rezeki yang halal. 

Menurut pengakuannya, membaca adalah cara belajar agar tak ketinggalan informasi dan kemajuan. Sehingga walaupun sibuk berdagang, ia tetap berusaha membagi waktu untuk membaca. "Saya suka membaca di sela-sela berdagang. Sambil menanti pelanggan, saya membaca. Nanti kalau sampai rumah, baca lagi. Tidak sering, tapi saya usahakan untuk membaca, terutama buku. Biar saya tidak ketinggalan informasi dan supaya berpikir maju," akunya sambil tersenyum riang. 

Hal lain yang tak kalah inspiratifnya adalah dia tak meminta buku saya, tapi membelinya. Ia beli dengan sate. Ya saya dan dirinya pun kerap barteran, tukaran sate dan buku. Padahal di luar sana, tak sedikit yang enggan membaca dan membeli buku. Bayangkan saja, dengan latar pendidikan yang jauh dari kelayakan ia malah memiliki kapasitas diri yang layak dibanggakan. Ia tak berpendidikan formal tapi giat belajar. Ia pun sejatinya menempuh pendidikan dengan cara yang berbeda, yaitu membaca. Walau terlihat sepele dan sederhana, nyatanya tradisi baca yang ia bangun malah membuatnya semakin tercerahkan dan memahami hidup dengan standar nilai yang tinggi. 

Buktinya, pada masa pandemi Covid-19 ini ia tak mendapat bantuan apa-apa. Dan memilih tak mau mendapatkannya. Padahal ia termasuk yang layak mendapatkannya. Baginya, berdagang dengan kerja keras, disiplin dan berkeringat adalah langkah yang lebih pantas ia pilih. Lebih baik menggunakan seluruh potensi diri daripada sekadar berharap pada negara yang hingga kini sudah dihantui utang yang begitu banyak. Menurutnya, karena membaca buku dirinya semakin tersadarkan betapa nikmat Allah pada manusia sangat banyak. Namun manusia kerap mengingkari atau mengkufurinya. Jadi cukup banyak bersyukur dan bekerja secara maksimal. Hasilnya serahkan pada ketentuan Allah. 

Kini di sela-sela berdagang keliling di berbagai kompleks perumahan dan perkampungan, ia memanfaatkan sela-sela waktu untuk membaca. Baginya, membaca adalah belajar sekaligus pendidikan itu sendiri. Berdagang sate tak membuatnya malu untuk belajar. Mungkin oleh sebagian orang dianggapnya gila, baginya itu tak mengapa. Lebih baik gila membaca buku sembari bekerja keras untuk menjemput rezeki halal daripada berpendidikan formal, bergelar panjang dan berdasi gagah tapi malas membaca buku bahkan malah sibuk rebut-rebutan APBN dan APBD dengan cara korupsi dan bermain proyek secara curang. 

Bahkan ada yang sehari-hari bersama buku tapi enggan membaca buku. Ada yang menghabiskan uang untuk makan serba mewah dan membeli pakian serba mahal, namun tak ada inisiatif untuk membeli dan membaca buku. Padahal secara ekonomi masih jauh dari kalayakan untuk hidup serba mewah dan hura-hura, namun sudah terpapar virus serakah. Ini benar-benar virus yang berbahaya juga mematikan. Bahkan jauh lebih berbahaya dari Covid-19. Bila tradisi baca malah menjangkit pada orang-orang berpendidikan tinggi dan berekonomi lemah, itu menunjukkan bahwa virus malas itu sudah benar-benar berbahaya bagi masa depan bangsa dan peradabannya. 

Kita memang perlu banyak belajar pada orang-orang sederhana dan tak pernah menempuh pendidikan formal. Mereka adalah pembelajar sejati. Mereka belajar pada kehidupan nyata secara langsung. Di jalanan, di tempat kerja dan di setiap momentum. Mereka pun punya semangat yang tinggi, hanya saja tak mampu menempuh pendidikan formal karena tak cukup biaya. Tapi sejatinya mereka adalah manusia terdidik dan berpendidikan tinggi. Di bumi mereka kerap tak terpotret kamera, tapi di langit mereka terlihat begitu mulia. 

Terima kasih banyak kepada Mang Udin yang telah menginspirasi dan berbagi tentang banyak hal, terutama tentang kesungguhan dalam menjemput rezeki, semangat dalam membaca buku dan motivasi dalam meniti kehidupan ini. Saya benar-benar haru dan bangga, bahkan termotivasi oleh Mang Udin.  Mudah-mudahan Allah membimbing dan memberkahi, sehingga rezeki dan usahanya lancar juga berkah. Dan tentu saja yang tak kalah pentingnya, semoga saja bukunya bermanfaat. Untuk siapapun di luar sana: Berapa jumlah buku yang kita beli dan baca pada bulan ini? (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" dan "Indahnya Islam Di Indonesia". Pusat info 085797644300. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok