Melawan Virus Wahn dan Wuhan dengan Iman yang Kokoh


Alhamdulillah hari ini Senin, 19 Juli 2021 pukul 07.00 - 08.15 WIB saya secara online bisa menghadiri Tausiyah Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Dr. H. Adian Husaini, M.Si., menjelang Idul Adha 1442 H yang jatuh pada Selasa 20 Juli 2021 (10 Dzulhijah 1442 H). Seperti biasa saya kerap mencatat poin penting acara serupa, kali ini saya mencatat poin yang disampaikan, sehingga bisa dinikmati pembaca di luar sana. Tulisan ini tentu tidak merekam seluruh tausiyah yang dihadiri oleh sekitar 50-an peserta dari seluruh Indonesia kali ini, saya hanya berupaya untuk mencatat poin-poin yang bisa saya ingat dan cerna dengan beberapa elaborasi.  

Pada bagian awal, Dr. Adian mengingatkan kita untuk meningkatkan beberapa hal penting. Pertama, banyak bersyukur dan mengisi waktu yang ada dengan amal terbaik dan bermanfaat. Hal ini dilakukan agar kita tidak menjadi hamba yang serakah, yang mengingkari berbagai nikmat-Nya. Mesti diakui bahwa manusia kerap mengingkari nikmat sehat dan waktu luang. Padahal kedua nikmat ini sangat besar manfaatnya bagi kehidupannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas). 

Terkadang, kita berada dalam kondisi sehat, namun tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunia. Terkadang, kita memiliki waktu luang, namun kita tidak dalam keadaan sehat. Dan kadang apabila terkumpul pada kita waktu luang dan nikmat sehat, kita terjebak pada rasa malas sehingga enggan melakukan amalan ketaatan kepada Allah. Sehingga tak sedikit diantara kita yang tertipu dan terperdaya oleh dunia. Menjadi manusia yang enggan bersyukur dan tidak mau melakukan amal kebaikan yang bermanfaat. 

Kedua, memperkuat imun dengan menguatkan keimanan. Masa pandemi Covid-19 ini membutuhkan penguatan imunitas, bukan saja fisik tapi juga iman. Karena itu, selain menjaga kesehatan dengan menjaga makan dan minum, serta olahraga yang rutin, kualitas iman kita juga perlu ditingkatkan dengan menjaga berbagai ibadah, baik yang mahdhoh atau wajib maupun ghairu mahdhoh atau sunah sekaligus manfaat sosial. Terutama pada bulan Haji ini, berbagai amal soleh bisa kita tingkatkan, sebagai upaya menjaga hubungan baik dengan Allah juga sesama manusia. 


Selanjutnya Dr. Adian menyampaikan hikmah penting perihal sejarah dan ibadah qurban bagi kehidupan kita kini dan ke depan. Pertama, kita dituntut untuk bersemangat dalam berqurban dan membantu sesama. Idul Adha dimana di dalamnya diadakan ibadah qurban memiliki makna yang agung bagi umat Islam. Kita renungkan saja perjuangan dan keteladanan Nabi Ibrahim yang begitu hebat. Semangat pengorbanan dan saling membantu sesama pun menjadi amal penting yang perlu digalakkan. 

Kedua, semangat menjaga tauhid. Ibadah qurban adalah perintah Allah untuk menjaga keyakinan kita. Belakangan ini kita dihantui oleh virus berbahaya: Covid-19 yang berawal di Wuhan, China. Di tengah-tengah kita menghadapi virus Wuhan, salah satu yang perlu sadari bahwa virus yang tak kalah berbahayanya adalah virus Wahn yaitu cinta dunia dan takut mati. Bila virus Wahn dibiarkan menggejala di masyarakat luas maka ia bukan saja mematikan manusia tapi juga peradabannya. 

Dari Tsauban, ia berkata bahwa telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, “Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya “apa saat itu kita sedikit?” Jawab beliau “bahkan saat itu kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih di laut. Allah akan cabut rasa takut dari dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn dalam hatimu.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah apa itu wahn?” beliau menjawab “cinta dunia dan takut mati” (HR. Abu Daud)

Karena itu, perlu diingatkan agar kita tidak terjebak pada penyakit sekaligus virus Wahn. Sebab dampaknya besar dan serius, bahkan penyesalan bakal hadir selama kita hidup di dunia hingga di akhirat kelak. Na'udzubillah. Allah mengingatkan perihal ini, "Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala"." (QS. Al-Mulk: 10).  

Hal ini perlu kita ingatkan secara terus menerus, sebab dunia ini penuh bisikan dan tipu daya yang membahayakan kehidupan kita. Allah berfirman, "Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan." (QS. al-An'am: 112) 

Allah pun mengingatkan Nabi Ibrahim untuk menjaga keyakinannya di tengah masyarakat yang terjebak kemusyrikan sekaligus untuk mengingatkan umatnya agar tidak terjebak kemusyrikan. Allah berfirman, "Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.” (75) Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". (76) Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat." (77) “Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (78) Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (79)" (QS. al-An'am: 75-79)  

Menurut ulama tafsir, dalam ayat-ayat di atas Allah bukan saja memerintahkan Nabi Ibrahim, tapi juga kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengisahkan kembali kepada kita umatnya tentang dakwah Nabi Ibrahim yang mengajak manusia untuk beragama tauhid dan menjauhi penyembahan berhala yang membawa manusia kepada kesesatan, dengan disertai alasan-alasan yang kuat. Jagat raya dan seluruh isinya serta hukum yang berlaku di dalamnya, cukup kuat untuk menjadi bukti keesaan Allah dan betapa batilnya keyakinan dan perbuatan orang-orang musyrik. 

Pada era ini kita perlu menjaga keyakinan dari berbagai tantangan dan ujian yang semakin berat juga rumit. Saking pentingnya menjaga keyakinan dari berbagai virus maka Dr. Adian mengutip ungkapan Mohammad Iqbal, seorang tokoh sekaligus intelektual dunia, "Hilangnya keyakinan jauh lebih buruk dari kehilangan dunia seisinya." Hakikat manusia sendiri adalah keyakinannya, bukan sekadar fisiknya. Dengan keyakinannya manusia menjadi berharga dan mulia. Untuk keyakinannya mesti dijauhkan dari virus berbahaya seprti Whan yaitu cinta dunia dan takut mati, juga berbagai bentuk kemusyrikan.  

Penyakit berbahaya era ini yang bisa masuk kategori Wahn adalah penyakit kekuasaan yaitu mengejar jabatan tertentu untuk tujuan duniawi dan keserakahan. Selanjutnya, mengejar harta sebanyak-banyaknya demi melanggengkan kekuasaan, tentu dengan cara yang curang. Sehingga seakan-akan jabatan dan harta menjadi penghias kehidupan yang dikejar-kejar.  Tak kalah berbahayanya, mengejar popularitas demi mendapatkan pujian manusia. Jabatan, harta dan popularitas pun dijadikan standar mulianya kehidupan, padahal melalaikan kehidupan. 

Allah berfirman, "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. al-Jasyiah: 23) 

Salah satu tanggungjawab penting kita, terutama orangtua, pada zaman ini adalah melahirkan generasi terbaik dengan mendidik mereka terutama anak-anak kita dengan didikan terbaik. Masa pandemi malah menormalkan tanggungjawab orangtua yang sesungguhnya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Kewajiban semacam ini berdampak besar bagi kehidupan dunia dan akhirat kita kelak. Karena itu Allah mengingatkan dalam firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. at-Tahriim: 6)

Kita harus bersyukur kepada Allah karena negeri kita Indonesia yang kini dihuni oleh mayoritas umat Islam masih layak dibanggakan karena munculnya generasi baru yang unggul di berbagai bidang. Padahal dulu negeri ini dihuni oleh umat Hindu dan Budha juga keyakinan lainnya. Namun dengan dakwah yang penuh damai dan santun, Islam pun dipeluk dan diyakini oleh banyak orang hingga kini. Mereka masuk Islam dengan kesadaran dan kesungguhan hati juga pilihan hidup. Hal ini mesti kita jaga dengan baik dengan perjuangan serius dan pengorbanan yang besar. Sembari berikhtiar agar virus corona segera Allah angkat, sehingga kita bisa lebih leluasa berdakwah, menebar manfaat bagi sesama dan memajukan umat juga negeri kita ini, kita perlu menguatkan iman juga keyakinan kita pada-Nya sebagai bekal terbaik dalam mengarungi kehidupan dunia kini dan akhirat kelak. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Indahnya Islam Di Indonesia" dan "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok