Jangan Paranoid Pada Covid-19!


AKHIR 2019 adalah waktu pertama kali Corona Virus Disease 2019 yang akrab kita sebuat dengan Covid-19 terdeteksi menular di Wuhan, China. Ia adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome corona virus 2 (SARS-CoV-2). Negara itu pun terpapar, tak sedikit warganya yang kehilangan nyawa. Di samping sebagiannya sembuh pasca terpapar virus yang akrab disebut dengan corona ini. Bahkan kini mereka bisa berpesta. Tak sedikit yang sudah tak berprotokol kesehatan lagi. Setelah China, 192 negara di dunia lainnya terpapar corona juga. 

Awal tahun 2020, tepatnya 1 Maret 2020 silam, virus ini pun dinyatakan secara resmi terdeteksi sudah masuk ke Indonesia. Awalnya, yaitu dua warga Kota Depok-Jawa Barat yang bernama Sita Tyasutami (31 tahun) sebagai pasien 1 dan Maria Darmaningsih (64 tahun) sebagai pasien 2. Keduanya diduga tertular corona setelah berkontak langsung dengan warga negara Jepang yang tengah menyambangi Indonesia. Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menduga, Sita tertular corona saat berdansa dengan warga Jepang di sebuah klub di Jakarta pada 14 Februari 2020. (http://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/02/05250091/sejarah-hari-ini-2-maret-2020-warga-depok-terkonfirmasi-sebagai-pasien).  

Pada acara tersebut dihadiri sekitar 50-an orang yang berasal dari berbagai negara. Setelah berdansa, pada tanggal 17 Februari hingga akhir Februari 2020 Sita dan Maria mengeluh sakit dengan gejala batuk, muntah-muntah, menggigil dan dada sesak. Keduanya pun merujuk ke rumah RS. Mitra Keluarga, setelah itu langsung ke RS. Pusat Infeksi Sulianti Saroso. Pada 1 Maret 2020 keduanya diperiksa, hasilnya keduanya positif corona.  

Kini corona ke mana-mana dan berdampak pada berbagai sektor kehidupan publik. Benar-benar sebuah bencana non alam yang merepotkan banyak kalangan bahkan negara. Pada awalnya, para elite berbagai negara termasuk di Indonesia, menganggapnya sebagai hal-hal biasa saja. Kelompok yang pro pemerintah pun mendukung sikap elite-nya. Suara sebagian penggiat beragam latar diacuhkan, bahkan diancam pidana, karena dianggap menyebar informasi palsu alias hoax. Belakangan, terdeteksi bahwa benar virus ini benar-benar telah menyebar di Indonesia, bahkan sudah ada nyawa yang hilang sebagai korbannya. Kita pun kembali dibuat khawatir atau panik tak berkesudahan. 

Naifnya, virus ini menyasar semua kalangan. Siapapun dan apapun latar belakanganya, disasar juga. Termasuk para pejabat negara pun menjadi korban. Bukan saja terpapar, bahkan tak sedikit yang kehilangan nyawa. Gegara itu kita pun dibuat geger, sibuk, khawatir dan dihantui rasa takut yang benar-benar akut. Seakan-akan kita bakal bisa hidup lama bila virus corona tidak ada. Pokoknya sebagian kita terjebak pada sebuah keyakinan bahwa biang kematian hanya satu yaitu corona. Ya, bahkan ada yang berani mengatakan bahwa corona adalah satu-satunya biang kematian. Kita pun terpapar rasa takut yang berlebihan alias paranoid. 

Tak ada kata lain, baik kita sudah divaksin maupun belum, jangan pernah paranoid atau takut yang berlebihan pada kematian, termasuk yang disebabkan karena Covid-19. Corona benar adanya, tapi ia bukan penentu kematian. Apa iya tidak ada penyebab lain lalu semuanya dianggap kehilangan nyawa hanya gegara terpapar corona? Apa iya virus atau sakit lain menjadi nihil menimbulkan kematian gegara adanya corona? Toh hampir 92% (atau sekitar 170 juta jiwa) dari sekitar 185 juta (100 %) yang terpapar virus corona sedunia per 6 Juli 2021 sudah sembuh dan kini hidup normal. Sementara sekitar 2 % (atau sekitar 4 juta) diantaranya sudah meninggal dunia dan sisanya lagi sekitar 6% (atau sekitar 11 juta lebih) hingga kini masih dalam proses penyembuhan.

Menurut data dari worldometer.info, saat ini tercatat sudah ada 184.940.193 kasus Covid-19 di seluruh dunia. 169.315.114 atau sekitar 92 % diantaranya telah sembuh dan 4.000.847 atau sekitar  2 % lainnya meninggal dunia. Sementara kasus aktif di seluruh dunia tercatat 11. 624.232 atau 6 %. (https://m.tribunnews.com/amp/corona/2021/07/06/update-corona-global-6-juli-2021-total-kematian-akibat-covid-19-di-seluruh-dunia-tembus-4-juta-jiwa)

Saya ingatkan, jangan pernah khawatir berlebihan pada kematian gegara virus ini itu, apalah lagi dengan menstigma bahwa corona adalah satu-satunya biang semua kematian, itu sangat tak perlu. Hati-hati itu sangat wajar, tapi ketakutan yang membuat kehilangan akal sehat dan ketenangan hidup itu tak perlu dan tak wajar. Virus ya virus, cukup menyesuaikan pola hidup dan pola kerja sewajarnya. Respon dan hadapilah dengan hidup sewajarnya. Jangan sampai rasa takut yang berlebihan malah menjadi semacam virus akut yang lebih berbahaya. 

Lalu, jangan takut beribadah secara apa adanya dan seperti biasanya. Termasuk dengan cara merusak tata cara beribadah, itu sangat tak perlu. Allah Maha Tahu dan Maha Kuasa tentang kebutuhan kita hamba-Nya. Tidak mungkin Ia menyuruh kita beribadah lalu memudaratkan kita. Malah dengan beribadah kepada-Nya sesuai tuntunan-Nya segala macam virus bakal diangkat. Bila kita menjaga ibadah secara normal insyaa Allah virus bakal menjauh. Bila pun ada atau terjangkit, sementara kita sudah berikhtiar, ya kita serahkan semuanya pada-Nya. Dalam perspektif agama kita, Islam, itu namanya tawakal. 

Ingat, flu babi, flu ayam, virus HIV, dan berbagai flu atau virus lainnya yang sudah lama ada di dunia ini hingga saat ini tidak ada vaksin yang mampu menghilangkannya. Sekali lagi, dari dulu hingga saat ini tak ada vaksinnya. Negara tempat di mana virus berasal pun hingga saat ini belum menemukan vaksin yang benar-benar ampuh menyembuhkan. Lagian coba saja cek berbagai virus yang pernah ada, virusnya berasal dari negara mana saja. Sumbernya mereka, yang bikin vaksinnya mereka juga. Tapi dengan berbagai cara dan strategi yang dikorbankan kita sedunia. Sebab mereka memiliki agenda atau strategi bisnis tersendiri. 

Lalu, kapan kita sadar dan berbenah diri? Ingat, kematian bakal tiba pada kita bila ajal kematian kita sudah datang. Takdir mati atau hidup kita bahkan setiap manusia sudah Allah tentukan dan tak mampu kita ubah sedikitpun. Tidak mampu memajukannya, dan tidak pula mampu meangkhir atau memundurkannya. Tanpa atau ada corona pun kita tetap didatangi kematian, karena memang bila sudah saat atau jadwalnya. 

Allah berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS. an-Nisaa’: 78)

“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. an-Nahl: 61)

Inilah peringatan bagi kita semua bahwa kematian pasti datang, tanpa atau ada virus corona. Walaupun kita bersembunyi dan merasa nyaman di dalam benteng yang sekokoh apapun, kematian pasti tiba juga. Walaupun sudah divaksin berkali-kali pasti bakal mati juga. Bukan kah mereka yang divaksin juga tetap kehilangan nyawa? Sebaliknya, ada yang tidak divaksin hingga kini tak terpapar virus dan masih hidup. Sekali lagi, ini tentang ajal kematian yang sudah atau belum tiba saja. Dan, setiap kita punya jadwal masing-masing.  

Saya sendiri sangat percaya Covid-19 ini by desaign atau by plan. Makanya lebih layak disebut sebagai "plan-demic" atau pandemi yang direncanakan. Saya sangat yakin bahwa Covid-19 bukan tho'un seperti yang dijelaskan dalam hadits-hadits nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tapi virus biasa yang direncanakan oleh mereka yang sudah punya rencana bisnis sejak lama. Ada basis dan orientasi ekonomi yang mengawali dan mengitarinya. Bahkan bisa jadi ada upaya untuk mengurangi jumlah penduduk dunia demi agenda terselubung yang mereka miliki. 

Selanjutnya, silahkan cek saja fenomena vaksinnya beberapa waktu terakhir. Silahkan cek jenis dan asal negaranya. Produk perusahaan apa dan siapa saja pengusaha yang terlibat di dalamnya. Mereka semua adalah pembisnis kakap. Kita dipaksa dengan berbagai macam cara agar membeli produk mereka, walau dengan cara mengutang. Ini sebentuk jajahan baru yang benar-benar terlihat licik dan liar. Padahal, bisa jadi anak bangsa sendiri masih mampu untuk menghasilkan vaksin yang lebih tepat dan bermutu. Termasuk dengan obat alami dan herbal yang selama ini sehari-hari biasa kita konsumsi. Ada madu, korma, habatussauda, air hangat, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. 

Sekali lagi, betul bahwa virus corona itu ada, tapi ia direncanakan. Para pembisnis kakap itulah yang mengambil keuntungan di balik ini semua. Pasti ada kelompok atau negara yang mengawalinya, atau sekadar menjadi penjilat pembisnis kakap itu. Bisa jadi kini mereka meraup keuntungan besar, pada saat ratusan juta manusia terpapar bahkan jutaan nyawa manusia melayang. Kini mereka berpesta karena bisnis atau rencananya tergolong sukses. Lalu kita masih sibuk menjadi budak mereka. Seakan-akan kita tak punya daya dan ikhtiar untuk lebih mandiri dan merdeka dari berbagai bentuk jajahan. 

Lalu pada kondisi demikian, apakah kita masih saja terjebak menjadi manusia dan bangsa yang paranoid sekaligus menjadi budak mereka? Sampai kapan kita begini terus lalu enggan merdeka dan mandiri, padahal kita punya alasan untuk berani tampil di hadapan seperti keberanian para pendiri negara puluhan tahun silam? Mereka berani mengatakan tidak pada asing walau kondisi ekonomi saat itu sangat mengkhawatirkan. Pada kondisi yang serba terbatas itu mereka begitu kokoh dan berani tampil membangun kepercayaan dan optimisme kita untuk mandiri, kerja keras dan percaya diri. 

Bila ditelisik secara detail, modal mereka adalah kekokohan jiwa. Kuncinya adalah keyakinan yang kuat pada kuasa dan janji Allah. Mereka bertekad kuat dan bertawakal kepada-Nya. Allah berfirman, “... Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali 'Imran: 159). 

Sehingga mereka pun secara jenial merumuskan UUD 1945 yang dalam pembukaannya menyebutkan "Atas berkat-rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur...". Jadi sekarang, kembalilah ke jalan yang benar. Silahkan jalani hidup secara normal, merdekalah dari rasa takut yang berlebihan dan jangan paranoid pada Covid-19! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Kalo Cinta, Nikah Aja!”, “Badai Covid-19 Pasti Berlalu”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok