Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
MANUSIA
mempunyai keistimewaan dari makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan oleh Allah
SWT. begitu sempurna dan kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan
kehidupanya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan satu bentuk kegiatan akal
manusia melalui pengetahuan yang kita terima melalui panca indra diolah dan
ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran.
Aktivitas
berfikir adalah berdialog dengan diri sendiri dengan manisfestasinya, ialah
mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis menunjukan alasan-alasan,
membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik
kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kualitasnya, membahas secara
realitas dan lain-lain.
Sesuai
dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahami
semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka
berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut.
Berbicara
mengenai ilmu maka tidak lepas dengan pendidikan, yang mana yang menyakini
tentang eksistensi pendidikan dari yang sifatnya umum sampai kepada yang
khusus, makin hari diperkuat dengan perkembanganya metode pengukuran dan cara
analisis yang dapat menghasilkan data yang dipercaya.
Kaitan Manusia dan
Filsafat
Manusia
adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara
berdasarkan akal pikirannya (the animal
that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat
mempunyai kampung halaman dan negara.
Karena
manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan
kerena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh
dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak
kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun,
termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya
tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya,
berkembang, berbuah, dan melimpah ruah.[1]
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia “manusia” diartikan sebagai makhluk yang berakal,
berbudi (mampu menguasai makhluk lain). Dan hakikat manusia dengan indikasi
bahwa ia merupakan makhluk ciptaan di atas bumi sebagaimana semua benda
duniawi, hanya saja ia muncul di atas bumi untuk mengejar dunia yang lebih
tinggi. Manusia merupakan makhluk jasmani yang tersusun dari bahan material dan
organis. Kemudian manusia menampilkan sosoknya dalam aktivitas kehidupan
jasmani.[2]
Sama
halnya dengan binatang, manusia memiliki kesadaran indrawi. Namun manusia
memiliki kehidupan spiritual-intelektual yang secara instink tidak tergantung
pada segala sesuatu yang materil.[3]
Menurut
Sulaiman (2011), manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna karena
dilihat dari kekhasan akal dan ilmu yang ada padanya. Tapi kesempurnaan manusia
tak menjadikannya sempurna dalam hal kekuatan lahiriah.
Menurut
Apip (2012), di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran
manusia meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan
memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk
pertama kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam
periode dua, lalu sophisme, kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih
enam abad sebelum Masehi.[4]
Memang
filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan.
Barulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM –
399 SM), dan murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh
positif dalam bidang pendidikan.[5]
Proses
kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan
yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses
kehidupan umat manusia diatas permukaan
planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali
Perang Dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemauan
teknologi telah mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali. Apa yang
terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini juga telah diketahui oleh
negara-negara lain di dunia ini.
Menurut
Prasetya (1997), untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat
pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini.
Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan
pendidikan yang tradisional sudah tidak akan dapat menjawab tantangan zaman
yang sekarang kita hadapi.[6]
Kaitan Filsafat dan
Pendidikan
Sebenarnya
kita ketahui, ilmu jiwa bagi ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang
amat bernilai. Pedagogik tanpa ilmu jasa, sama dengan praktek tanpa teori,
pendidikan tanpa mengerti untuk apa, bagaimana dan mengapa manusi dididik.
Tanpa pengertian di atas manusia dengan sifat-sifat individualitasnya yang unik
dan potensinya yang beragam, walaupun mengikuti proses pendidikan namun tak
mampu berdaya.
Banyak
diantara masalah-masalah kependidikan tersebut yang merupakan
pertanyaan-pertanyaan filosifos, yang memerlukan pendekatan filosofis pula
dalam pemecahanya. Analisa filsafat terhadap masalah-masalah kependidikan
tersebut, dengan berbagai cara pendekatanya, akan dapat menghasilkan
pandangan-pandangan tertentu mengenai masalah-masalah kependidikan tersebut,
dan atas dasar itu bisa disusun sistematis teori-teori pendidikan.
Hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci
dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama,
filsafat dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara
pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan
problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping
menggunakan metoda-metoda ilmiah lainnya.
Kedua,
filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
berkembang oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran
filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya
mengarahkan agar teori-teori dengan pandangan filsafat pendidikan yang telah
dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan
kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Ketiga,
filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pendidikan atau pedagogik.
Di samping
hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga
terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali
Saefullah dalam bukunya Antara
Filsafat dan Pendidikan—sebagaimana dikutip oleh Apip (2012) sebagai berikut:
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan
tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi
hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini moral pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau
teori pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau
organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola
akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.[7]
Hubungan antara
Filsafat, Manusia dan Pendidikan
Kedudukan
Filsafat dalam Pendidikan
Dalam
ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok.
Karena filsafat-lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia di
bidang kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai
dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal
dari sudut yang umum, melainkan juga ingin memperhaikan hal-hal yang khusus.[8]
Kedudukan
atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan
berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan Piaget tentang epistemologi
genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh
perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana
diuraikan oleh Halford bahwa, jasa utama dari Piaget adalah uraiannya mengenai
perkembangan anak dalam hal tinggah laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
Fase
Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia 5 tahun, dimana cara
berfikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya,
sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana
tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berfikir dan pikiran anak.
Fase
Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8 tahun, yang ditandai adanya
kegiatan berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika
fungsional).
Fase
Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan
secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.
Fase
Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir
abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa
serta memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema
walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana
realisasinya.[9]
Bisa
disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara
lain :
1. Setiap
ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
2. Filsafat
juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan
dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3. Di
samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam
tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4. Dasar
yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu
pengetahuan dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5. Filsafat
juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.
Kedudukan
Filsafat dalam Kehidupan Manusia
Untuk
memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta
akan kebijaksanaan. Jadi, seorang filosof adalah orang yang mencintai
kebijaksanaan dan hikmat yang mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang
yang bijaksana.
Dalam
arti lain, filsafat didefinisikan sebagai suatu pemikiran yang radikal dalam
arti mulai dari akarnya masalah sampai mencapai kebenaran melalui tahapan
pemikiran. Oleh karena itu, seorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir
secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah
terhadap dirinya sendiri.
Filsafat
dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau
pengganti kedudukan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan
atau soal-soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih
tinggi daripada filsafat karena di dalam agama masih ada pengetahuan yang tak
tercapai oleh budi biasa dan hanya dapat diketahui karena diwahyukan.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan filsafat dalam kehidupan
manusia adalah:
1. Memberikan
pengertian dan kesadaran kepada manusia
akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
2. Berdasarkan
dasar-dasar hasil kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada
manusia. Pedoman itu mengenai segala sesuatu yang terdapat di sekitar maunusia
sendiri seperti kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga
mengetahui bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak.
3. Dengan
akal, filsafat memberikan pedoman hidup untuk berfikir guna memperoleh
pengetahuan. Dengan rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang
kesusilaan mengenai baik dan buruk.
Uraian
mengenai filsafat sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya akan banyak
memberikan gambaran dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat pendidikan
di masa mendatang. Munculnya filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu baru
setelah tahun 1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya hubungan
timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, untuk memecahkan dan memjawab
persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.
Kesimpulan
Manusia
adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara
berdasarkan akal pikirannya (the animal
that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan
bermasyarakat mempunyai kampung halaman dan negara.
Dua
cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori
pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen
terhadap yang lain; dan keduanya diperlukan oleh setiap Guru atau Dosen sebagai
tenaga pendidik, bukan hanya untuk pengajar bidang studi tertentu.
Manusia
merupakan subyek sekaligus objek pendidikan, karena itu mesti memiliki sikap
siap untuk dididik dan mendidik. Berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan
banyak tergantung pada jelas tidak adanya tujuan pendidikan melalui usaha-usaha
pendidikan, baik dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah serta perguruan
tinggi.
Jadi,
hubungan antara filsafat, manusia dan pendidikan secara singkat adalah sebagai
berikut; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui
apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh
pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan hakikat
dan esensi keberadaan manusia.
Daftar Pustaka
Buku
Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, 199
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Sulaiman,
Filsafat Pendidikan Islam, Cirebon:
STAI Bunga Bangsa Cirebon, Maret 2011.
Prasetya, Filsafat
Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Online
www.Ilahnartilah.blogspot.co.id/2013/03/hubungan-antara-filsafat-manusia-dan.html,
diakses pada Kamis 28 Januari 2016 pukul
11.00 WIB.
www.kompasiana.com/ellakholilah/hubungan-antara-filsafat-pendidikan-dan-manusia,
diakses pada Kamis 28 Januari 2016 pukul
11.10 WIB.
www.muhfadilahdahlan.blogspot.co.id/2015/07/V.behavioruldefautvmlo.html
www.google.com, diakses
pada Kamis 28 Januari 2016 pukul 11.30 WIB.
http://afra90.blogspot.co.id/2012/11/makalah-hubungan-antara-filsafat.html,
diakses pada Kamis 28 Januari 2016 pukul
10.00 WIB.
http://rahmatbae.blogspot.co.id/2012/11/hubungan-filsafat-manusia-dan-pendidikan.html,
diakses pada Kamis 28 Januari 2016 pukul
13.00 WIB.
Oleh: Syamsudin
Kadir—Direktur Eksekutif
Penerbit Mitra Pemuda, dan penulis buku "Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab".
[1] Prasetya, Filsafat Pendidikan (Bandung:
Pustaka Setia), 1997, hal. 146.
[2] Sulaiman, Filsafat Pendidikan Islam, (Cirebon: STAI Bunga Bangsa Cirebon),
2011, hal. 12.
[3] Ibid, hal. 12.
[4] http://afra90.blogspot.co.id/2012/11/makalah-hubungan-antara-filsafat.html, diakses pada Kamis 28 Januari
2016 pukul 10.00 WIB.
[5] Ibid.
[6] Prasetya, Filsafat Pendidikan (Bandung:
Pustaka Setia), 1997, hal. 151.
[7] http://afra90.blogspot.co.id/2012/11/makalah-hubungan-antara-filsafat.html, diakses pada Kamis 28 Januari
2016 pukul 10.00 WIB.
[8] Prasetya, Filsafat Pendidikan (Bandung:
Pustaka Setia), 1997, hal. 154.
[9] http://afra90.blogspot.co.id/2012/11/makalah-hubungan-antara-filsafat.html, diakses pada Kamis 28 Januari
2016 pukul 10.00 WIB.
Komentar
Posting Komentar