Beriman Kepada Allah dengan Pembuktian Sederhana



PERIHAL mengenai aqidah ataupun tauhid tak akan lepas dari Rukun Iman. Secara bahasa Aqidah diartikan sebagai simpulan, ikatan dan sangkutan. Secara teknis diartikan sebagai iman, kepercayaan dan keyakinan[1]. Adapun pandangan Ulama’ menetapkan bahwa aqidah adalah kepercayaan yang sesuai dengan kenyataan yang dapat dikuatkan dengan dalil.
Iman atau percaya kepada Allah merupakan fitrah manusia sebagai makhluk yang diciptakan, karena ia tak mampu hadir tanpa ada yang menghadirkan. Petunjuk akal telah menyatakan kewujudan Allah, karena seluruh makhluk yang ada ini, termasuk yang sudah berlalu maupun yang akan datang kemudian, sudah tentu ada pencipta yang menciptakannya.[2] Yang artinya, tidak ada suatu hasil penciptaan kecuali ada Penciptanya yaitu Allah. 

             
1.1. Pengertian Iman Kepada Allah
            Kata Iman berasal dari bahasa arab yaitu  امن” yang artinya aman, damai, tentram. Dalam pengertian lain adalah : Keyakinan, kepercayaan. M Hasbi Ash-Shiddiqi dalam bukunya “Sejarah dan Pengantar I Tauhid/Kalam”, Aqidah atau Iman  menurut bahasa adalah : sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih padanya[3].
Sedangkan pengertian Iman kepada Allah secara istilah adalah mempercayai dengan sepenuh hati Allah (Tuhan) sebagai Pencipta dari segala yang ada di alam semesta ini, dengan mencakup syarat-syarat beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang dilandasi oleh dalil yang qath’i.
Allah berfirman”
انماالهكم اله واحد فاسقيموا اليه.....

Artinya: “Bahwasannya Tuhanmu hanyalah Tuhan yang Esa.Karena itu mantapkanlah pendirianmu kepada-Nya” (QS.Fushshilat:6)

Dalam hadits lain dikatakan,
 قل امنت بالله ثم اسثقم - رواه مسلم

Artinya: “Katakanlah: Aku telah beriman (percaya) kepada Allah kemudian mantapkanlah pendirianmu.” (HR. Muslim)

Dalam pengertian lain dijelaskan, iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin akan adanya Allah; atau membenarkan dengan yakin akan ke-Esaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya; membenarkan dengan yakin bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala ciptaan-Nya (makhluk).

1.2. Ruang Lingkup Iman Kepada Allah
            Beriman berarti berma’rifat. Ma’rifat berasal dari  kata عرف yang artinya : mengetahui atau mengenal[4]. Ketika kita mencoba berma’rifat kepada Allah dan mencoba lebih mengenal Allah, tentunya kita mesti mepelajari ilmu pengetahuan tentang Allah. Dinamakan ma’rifat karena pembicaraan pokoknya adalah mengenal sekaligus meyakini adanya Allah[5].
Allah berfirman,
ياايهاالناس اعبدواربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون
  الذي جعل لكم الارض فراشاوالسماءبناءوانزل من السماء ماءفاخرج به من الثمرات رزقالكم فلاتجعلوالله انداداوانتم تعلمون

Artinya: “Wahai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu,dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan hujan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu jangan mengadakan tandiingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah: 21-22)

Ruang lingkup dalam mengenal dan mempercayai Allah mencakup[6]: 
1.      Iman Kepada Kewujudan (adanya) Allah
Kewujudan akan adanya Allah telah dibuktikan oleh fitrah kita sebagai manusia yang berakal. Dengan akal sehat manusia dapat memahami bahwa tidak mungkin makhluk mengadakan dirinya sendiri ataupun ada begitu saja dengan sendirinya, kecuali ada yang menciptakannya. Allah berfirman,“Apakah mereka tercipta tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. at-Thur: 35)

2. Iman Kepada Rububiyyah-Nya
            Maknanya bahwa Dia adalah satu-satunya Rabb yang tak mempunyai sekutu ataupun penolong. Rabb adalah Dzat yang berwenang mencipta, memiliki, dan memerintah. Tiada pencipta selain Allah, tiada yang memiliki kecuali Allah, serta tiada yang berhak memerintah untuk ditaati secara mutlak kecuali Dia. Allah berfiman,“Ingatlah mencipta dan memerintah hanyalah wewenang Allah..” (QS. al-A’raf: 54).
            Tidak ada makhluk yang mengingkari Allah sebagai Rabb atau Tuhan, kecuali ia sombong. Karena itu, kaum musyrikin mengakui rububiyyah Allah, namun mereka menyekutukan-Nya dalam hal uluhiyyah-Nya (sesembahan). Allah berfirman, “Katakanlah, ‘kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya,jika kamu mengetahui?’ Mereka menjawab,’kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah Rabb  (yang memiliki) langit yang tujuh serta singgasana yang besar?’ Mereka akan menjawab,’Allah yang memilikinya’. Katakanlah,’Maka apakah kamu tidak bertaqwa?” (QS. al-Mukminun: 84-87)
Dia adalah pengatur alam semesta ini, yang mengatur segala apa yang apa di dalamnnya dengan kehendak-Nya sendiri sejalan dengan hikmah-Nya; maka demikian juga, Dia adalah  hakim yang mensyari’atkan peribadahan-peribadahan dan hukum-hukum muamalat sejalan dengan hikmah-Nya pula. 

3. Iman Kepada Uluhiyah-Nya
            Maknanya, bahwa Dia adalah satu-satunya ilah yang haq; tiada sekutu bagi-Nya.

 والهكم اله واحد لااله الاهوالرحمن الرحيم

Artinya: “Dan Tuhan kamu adalah tuhan yang Maha Esa,tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”(QS. al-Baqarah: 163)

4. Iman Kepada Nama dan Sifat-sifat-Nya
Nama atau dalam bahasa arabnya ‘Asma’ biasanya digunakan untuk menyebutkan sebuah–inisial. Dalam pembahasan Nama-nama Allah atau “Asmaul-Husna (Nama-nama yang baik)” tentunya kita sudah tahu bahkan hafal dengan Asmaul-Husna yang berjumlah 99. Allah berfirman,

هوالله الخالق البارئ المصورله الاسماءالحسنى يسبح له مافى السموت والارض وهوالعزيزالحكيم

Artinya: “Dialah yang menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki Nama-nama yang Indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Maha Bijaksana”. (QS. al-Hasyr: 24)

1.3. Dalil Iman Kepada Allah
Dalil atau landasan beriman kepada Allah terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Lebih rincinya dijelaskan berikut ini.
Pertama, Firman Allah, diantaranya :

“Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya, kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat”. [QS. an-Nisaa’: 136].

“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang” [QS. al-Baqarah: 163].

“Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [QS. al-Baqarah: 255].

“Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang Jabbar, lagi yang Maha besar, Maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka perserikatkan dengan-Nya. Dia-lah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dial-ah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana.” [QS. al-Hasyr: 22-24]

“Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa. Dia-lah tempat bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dia-lah Allah, yang tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang sebanding dengan Dia.” [QS. al-Ikhlash: 1-4].

Kedua, Sabda RasululIah SAW.,  diantaranya:
“Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar hendak memeluk Islam): Saya telah beriman akan Allah; kemudian berlaku luruslah kamu.” (Al-Hadits).

“Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah.” (HR. Muslim).

“Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim] 

Kesimpulan
            Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, bahwa, beriman dan mempercayai akan adanya Allah adalah fitrah manusia yang tak bisa dipungkiri. Dalam proses beriman kepada Allah mencakup empat aspek, yaitu: Iman kepada kewujudan Allah, Iman kepada rubbubiyah Allah, Iman kepada uluhiyah Allah dan Iman kepada nama dan sifat Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan A-Hadits.

Saran
            Pembahasan tentang mengenal dan meyakini atau mempercayai adanya Allah, yang merupakan keniscayaan bagi manusia, pada makalah ini tentu belum sempurna. Semoga pembaca berkenan mencari referensi lain, agar pengetahuan bertambah luas; yang nantinya dapat memperkuat keyakinan kepada Allah, agar kehidupannya berjalan sesuai fitrahnya. Untuk tingkatan Pendidikan Dasar dan Menengah bisa juga dilalui melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh para pendidikan, khususnya pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak sesuai dengan level dan pendidikannya masing-masing.

Daftar Pustaka
Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al Quran dan terjemahannya.
Jakarta : CV Toha Putra Semarang.
Zaini, Syahminan.1983. Kuliah Aqidah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas
Muhammad Ibn Shalih Al-Utsmaini, Syaikh. 1997. Syarah Tsalatsatul Ushul. Riyadh: Darul Tsarya.
            http://anaksawahombo.blogspot.co.id/2015/11/makalah-iman-kepada-allah.html, diakses pada Jumat 29 Juli 2016 pukul 10.00 WIB. 

Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda, dan penulis buku "Membangun Pendidikan dan Bangsa yang Beradab". 



[1] Drs. Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm. 50
[2] Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al-Utsmaini, Syarah Tsalatsatul Ushul, (Riyadh: Darul Tsarya, 1997) cet. III, hlm. 147
[3] Drs. Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.51
[4] Drs. Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm. 55
[5] Ibid, hlm. 55
[6] Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al-Utsmaini, Syarah Tsalatsatul Ushul, (Riyadh: Darul Tsarya, 1997) cet.III, hlm.147-161

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah