Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan Pada Masa Reformasi



ERA reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan dan perubahan baru, baik dalam tataran kurikulum maupun dalam tataran kebijakan strategis.

Kurikulum

Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), yang pada awalnya berlaku dalam dunia olahraga. Kemudian berkembang menjadi sebagai bagian istilah dalam dunia pendidikan yaitu satuan materi-materi dan sejumlah  mata pelajaran yang mesti ditempuh oleh siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ilmu pengetahuan standar yang dibuktikan dengan ijazah akhir. 


Kurikulum Tiap Periode Pemerintahan

Pada era pemerintahan BJ. Habibie masih menggunakan Kurikulum 1994 yang disempurnakan sampai pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur). Kemudian kekuasaan berganti kepada Megawati (Mega). Pada era Mega terjadi beberapa perubahan di bidang pendidikan, pertama, perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi Kurikulum 2002, kemudian menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kerap disebut dengan Kurikulum 2004. KBK merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan). 

Diantara ciri utama KBK yaitu: a). Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi. b). Kurikulum dapat diperluas, diperdalam dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang dan tinggi). c). Berpusat pada siswa. d). Orientasi pada proses dan hasil. e). Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual. f). Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. g). Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar. h). Belajar sepanjang hayat. i). Belajar mengetahui (learning now to know). j). Belajar melakukan (learning how to do). k. Belajar menjadi diri sendiri (leraning how to be). l. Belajar hidup dalam keberagaman (learning ho to live together)

Kedua, pada tanggal 8 Juli 2003 disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kerap disebut UU No. 20/2003 atau UU Sisdiknas. Undang-undang ini memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM).

Pembaharuan sistem pendidikan nasional sendiri dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Adapun visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Sedangkan misi pendidikan nasional yaitu: pertama, mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh pendidikan dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

Kemudian ketiga, meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral. Keempat, meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global. Dan kelima, memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasca Mega, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih menjadi presiden periode 2004-2009. Pada era SBY, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku. Namun pada periode awal kabinet SBY, muncul dan ditetapkan UU No. 14/2005 Tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang-Undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus.

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pesrta didik serta lingkungan; b. Beragam dan terpadu; c. Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan; e. Menyeluruh dan berkesinambungan; f. Belajar sepanjang hayat; dan g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Adapun tujuan pendidikan KTSP yaitu: 1. Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut; 2. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut; 3. Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.


Kebijakan Strategis

Jika menelaah lebih rinci tentang kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan pada era reformasi, maka dapat disebutkan sebagai berikut:

Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari Sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan Madrasah saja yang masuk dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan Pesantren, Ma’had ‘Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam Sistem Pendidikan Nasional (SPN). 

Dengan masuknya pesantren, ma’had ‘ali, Roudhotul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan Islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi.

Sejalan dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang standar nasional pendidikan tentang srtifikasi Guru dan Dosen, bukan hanya mengatur tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Agama.

Diantara peraturan perundang-undangan sebagai penopang adalah: 
a.       Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Perguruan Tinggi
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 Tentang Penetapan Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum
c.       PP Nomor 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar disempurnakan menjadi PP Nomor 55 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
d.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah.

Di samping itu, pemerintah juga melakukan reformasi penyelenggaraan pendidikan seperti yang dituangkan dalam Propenas, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Surat keputusan itu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan Islam 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendidikan Islam.

Ketiga, program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementeria Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional ini bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian Agama.

Kelima, kebijakn sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di bawah Kementerian Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga Guru dan Dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional.

Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen, juga mengalokasikan anggaran biayanya  sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill), kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para Guru dan Dosen ditingkatkan.

Keenam, pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/Tahun 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/Tahun 2006). Sebagai efeknya, pada akhirnya memunculkan beberapa kebijakan di bidang pendidikan seperti Manajemen Berbasis Sekolah (school-based management), dan rencana implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (curriculum-based competence), serta Kurikulum Berbasis Sekolah (school-based curriculum).

Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran (subject matter)`sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995, melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan menganalisis.

Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang yang demikian itulah yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.

Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada Guru (teacher centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid (student centris) melalui kegiatan learnig (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan dan penemuan. Pendekatan proses belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya menjadi objek pendidikan melainkan  juga sebagai subjek pendidikan yang berhak mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode pendidikan.

Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers). Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi: Standar Isi (kurikulum), Standar Mutu Pendidikan, Standar Proses Pendidikan, Standar Pendidik dan tenaga kependidikan, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian.

Kesembilan, kebijakan mengubah sifat Madrasah menjadi Sekolah Umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka Madrasah menjadi Sekolah Umum Plus. Karena di Madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umu seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat Madrasah akan menjadi pilihan utama masyarakat.

Seiring dengan lahirnya berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional telah disambut positif dan penuh optimisme oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama para pengelola pendidikan. Berbagai inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan komponen-komponen pendidikan  telah bangyak bermunculan di lembaga pendidikan. Melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memberi peluang bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menyekolahkan putra-putrinya sebagai generasi baru masa depan.

Melalui program sertifikasi Guru dan Dosen telah menimbulkan perhatian kepada para Guru dan Dosen untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Melalui program Kuirkulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah melahirkan suasana akademik dan dan proses belajar mengajar yang lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Demikian juga dengan adanya Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah timbul kesadaran bagi kalangan para pengelola pendidikan untuk melakukan akreditasi terhadap program  studi yang dilaksanakan.

Kesimpulan

Pertama, Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.  Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi, dan pemerintahan di era reformasi teleh melehirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan masyarakat; yaitu kebijakan tentang pembaruan Undang-undang sistem pendidikan nasional dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 peningkatan jumlah anggaran pendidikan yang amat signifikan, yakni dari yang semula hanya 5% menjadi 20% dari total anggaran APBN, perubahan kurikulum dari subjek matter ke arah pengembangan para kompetensi para lulusan, peningkatan mutu pendidikan melalui program sertifikasi, perubahan paradigma strategi, pendekatan dan metode pembelajaran ke arah yang lebih terpusat pada peserta didik (studen center).

Kedua, barbagai kebijakan pemerintahan era roformasi dalam bidang pendidikan tersebut berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung di bawah Kementrian Pendidkan Nasional saja, melainkan juga berlakau bagi Madrasah dan Perguruan Tinggi Agama yang bernaung di bawah Kementrian Agama. Dengan demikian kesan dikotomis antar Pendidikan Agama dan Pendidikan Umum sudah mulai terkikis.   

Ketiga, pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/Tahun 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/Tahun 2006) yang  memunculkan beberapa kebijakan di bidang pendidikan seperti Manajemen Berbasis Sekolah (school-based management), dan rencana implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (curriculum-based competence), serta Kurikulum Berbasis Sekolah (school-based curriculum).

Sumber Bacaan
Abd. Rachman Assegaf. 2005. Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: PSNP
Eddy Soearni. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998-2001) dalam “Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan Sejak Jaman Kolonial Hingga Era Reformasi”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Tenaga Kependidikan
M. C. Ricklefs. 2001. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Suyanto & Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.  
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.  
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.  

Blog

Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah