Upaya Pengembangan Manusia Sebagai Peserta Didik



MANUSIA sebagai makhluk Tuhan (Allah) adalah makhluk individu. Selain itu, manusia juga merupakan makhluk sosial, etis, berbudaya dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai kelima makhluk tersebut, harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.

Perlu disadari bahwa manusia  akan mempunyai arti jika ia berada diantara manusia lainnya. Tanpa adanya manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, manusia tidak akan bisa melanngsungkan hidupnya dengan baik. Guna meningkatkan kualitas hidup, manusia juga membutuhkan pendidikan. Baik pendidikan formal, informal maupun nonformal.Inilah yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan pengembangannya kelak dalam menjalani kehidupannya.


Pengembangan Manusia

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna, karena manusia memiliki potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Dalam pengembangannya, manusia tidak hanya menjadi makhluk individu tetapi juga makhluk social, karena manusia akan lebih mempunyai arti setelah ia berada diantara manusia lainnya. Sehingga kebutuhan hidupnya bisa berlangsung dengan baik.

Adapun upaya pengembangan manusia, diantaranya sebagai berikut :

Pertana, Manusia sebagai Makhluk Individu

Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda walaupun manusia tersebut dilahirkan secara kembar. Karenanya setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini memiliki sifat atau karakter, keinginan, kebutuhan dan cita-cita yang berbeda dengan manusia lainnya, sehingga dapat dibedakan dengan manusia lainnya (Fandy, 2012).

Manusia sebagai makhluk individu artinya manusia sebagai perseorangan atau pribadi yang terpisah dari pribadi lain. Manusia secara individu adalah bebas, ia bisa menetukan sendiri apa yang dilakukan berdasarkan kehendaknya.

Paham yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka adalah paham individualisme. Paham individulaisme menekankan pada kekhususan, martabat, hak, dan kebebasan orang perorang.[1]

Paham individualisme tumbuh dan berkembang di dunia Barat oleh beberapa filsuf, diantaranya Jean Jaques Rousseau. Dasar semangat individualisme adalah lahir secara bebas dan merdeka, manusia boleh berbuat apa saja asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.[2]

Sebagai makhluk individu, manusia memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi diantara kesadaran terhadap sesuatu. Adapun ciri manusia sebagai makhluk individu adalah memiliki berbagai potensi, unik dan mandiri. Namun, semua itu perlu dikembangan dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Pengembangan manusia sebagai makhluk individu mempunyai tujuan mengaktualisai semua potensi positif dengan memperhatikan berbagai keunikan yang ada pada dirinya. Dan agar menjadi insan-insan yang mandiri. Dengan melakukan pendekatan untuk menjadikan manusia memiliki perbedaan yang positif dalam beberapa hal dengan manusia lainnya.

Kedua, Manusia sebagai Makhluk Sosial.

Dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya, karena ini merupakan salah satu kodrat manusia. Manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk melangsungkan hidupnya. Karena manusia sebagai makhluk sosial sehingga manusia terikat oleh norma-norma sosial.

Dengan berada di lingkungan sosial manusia akan lebih memahami lingkungan sosial (social understanding), juga memiliki pemahaman tentang tingkah laku atau cara bersosialisasi dengan sesamanya (social attitude), sehingga memunculkan kemampuan bersosialisasi dengan baik (social skill) dan bisa merespon keadaan sekitar sesuai dengan norma-norma yang berlakuk di lingkungan tersebut (social responsibility). Pendekatan manusia sebagai makhluk sosial dilakukan dengan cara bersosialisasi langsung dengan masyarakat di lingkungan tersebut.

Sederhananya, menurut Fandy (2012), manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu: Manusia tunduk pada aturan dan norma social; Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain; Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain; Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.[3]

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi daya pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari hubungan satu dengan yang lain.

Interaksi sosial antar individu terjadi jika dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:

Imitasi, yaitu suatu proses peniruan atau meniru.

Sugesti, yaitu suatu poroses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik.[4]

Identifikasi. Dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.

Simpati, yaitu perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Setiap manusia mempunyai hakikatnya dalam hidup.  

Ketiga, Manusia sebagai Makhluk Etis

Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial. Hakikat manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk yang memiliki kesadaran susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan mampu berbuat sesuai dengan norma dan kaidah etika yang diyakininya.

Sedangkan makna estetis yaitu pemahaman tentang hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki rasa keindahan (sense of beauty) dan rasa estetika (sense of estetics). Sosok manusia yang memiliki cita, rasa, dan dimensi keindahan atau estetika lainnya.

Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya. Sebagai makhluk etis, manusia mampu memahami berbagai norma susila, bertindak sesuai dengan norma susila dan memiliki hati nurani.

Dengan adanya pengembangan manusia sebagai makhluk etis bertujuan untuk mewujudkan manusia yang selalu bertindak sesuai dengan norma-norma susila sehingga bisa mewujudkan manusia yang memiliki hati nurani. Dengan melalui pendekatan pendidikan moral atau budi pekerti.

Keempat, Manusia sebagai Makhluk Berbudaya

Manusia sebagai makhluk berbudaya berarti manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dari makhluk-makhluk lain yang diciptakan di muka bumi ini yaitu manusia memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan ide dan gagasan yang selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu (Edho Pratama, 2012).  

Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi semua makhluk Tuhan di muka bumi ini.[5]

Manusia disebut sebagai makhluk berbudaya karena manusia memiliki akal dan budi atau pikiran dan perasaan. Dengan akal dan budi manusia berusaha menciptakan benda-benda baru untuk memenuhi tuntutan jasmani dan rohani yang akhirnya menimbulkan kebahagiaan. Karena manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki potensi, maka manusia menggunakannya untuk menghasilkan kebudayaan sehingga perilakunya dipengaruhi oleh kebudayaan.

Di samping mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya nasional. Melalui pendekatan enkulturasi atau proses pembudayaan, manusia bisa disebut sebagai makhluk berbudaya.

Kelima, Manusia sebagai Makhluk Religius

Manusia diciptakan Allah di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna diantara makhluk lain. Namun di sisi lain manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Berdasarkan konsep keyakinan, terutama Agama yang dianutnya manusia yakin ada kekuasaan lain yaitu Allah, Tuhan Sang Pencipta Alam.

Dalam kehidupannya manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia juga menyadari dan mengakui adanya Kuasa adalah kodrati yang bersifat suprarasional. Manusia juga memiliki kebutuhan untuk berhubungan, menyembah dan berserah diri pada Kuasa adalah kodrati.

Tujuan dari pengembangan ini adalah terwujudnya manusia yang beriman dan terwujudnya manusia yang berprilaku sesuai dengan norma-norma agama. Upaya pengembangannya adalah melalui Pendidikan Agama, diantaranya Islam.

Kesimpulan

Dalam pengembangannya manusia terbagi menjadi lima peran dan dalam setiap perannya memiliki cara pengembangan yang berbeda. Pertama, manusia sebagai makhluk individu memiliki pendekatan melalui individualisasi. Kedua, manusia sebagai makhluk sosial memiliki pendekatan melalui sosialisasi. Ketiga, manusia sebagai makhluk etis memiliki pendekatan melalui pendidikan moral atau budi pekerti. Keempat, manusia sebagai makhluk yang berbudaya memiliki pendekatan melalui proses inkulturasi atau proses pembudayaan. Dan kelima, manusia sebagai makhluk religius memiliki pendekatan melalui pendidikan agama.


Daftar Pustaka

https://sitiasiyahaas.wordpress.com/2013/06/23/manusia-sebagai-makhluk-berbudaya/. Diambil pada hari kamis tanggal 09/07/2015 jam 11:18 WIB.
http://tugas-mrhanz25.blogspot.com/2011/02/manusia-sebagai-makhluk-budaya.html. Diambil pada hari kamis tanggal 09/07/2015 jam 10:17 WIB.
http://ridwan202.wordpress.com/2008/10/16/manusia-sebagai-makhluk-budaya/. Diambil pada hari kamis tanggal 09/07/2015 jam 10:17 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diambil pada hari kamis tanggal 09/07/2015 jam 10:17 WIB.
http://mynameisedho.blogspot.com/2013/04/manusia-sebagai-makhluk-berbudaya.html. Diambil pada hari Selasa 09/07/2015 jam 20:45 WIB.
Slide 5 Upaya Pengembangan Manusia dari Bapak Agus Priyatno, M.Pd.

Oleh: Syamsudin Kadir—Direktur Eksekutif Penerbit Mitra Pemuda.



[1] https://fandhy20.wordpress.com/2012/11/11/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-sosial/, diakes pada Selasa 7 Juli 2015 pukul 21.30 WIB.              
[2] Ibid.              
[3] Ibid.              
[4] Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.               

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok