Rumah Produktif Indonesia Bukan Rumah Basa-basi!
Awalnya saya diminta untuk menggawangi RPI Kota Cirebon sekaligus menjadi tim di RPI Jawa Barat. Kala itu, istri saya Eni Suhaeni menjadi sekretarisnya. Namun belakangan, karena melahirkan dan aktif mengajar di lembaga pendidikan, akhirnya istri saya tak begitu aktif. Walau begitu, saya dan istri di rumah masih menyempatkan untuk membangun tradisi literasi di keluarga kecil. Selain menulis buku juga artikel untuk berbagai media massa dan media online, juga untuk akun media sosial masing-masing. Di samping itu juga kerap berkunjung ke toko buku di setiap pekannya, bersama anak-anak yang juga sudah punya ketertarikan pada dunia literasi.
Walau di tengah masa pandemi yang sudah dua tahun (sejak awal 2020 hingga kini), saya berupaya untuk mengikuti berbagai kegiatan RPI, yang tentu saja masih melalui media sosial alias secara online. Dari seminar, bedah buku, pelatihan bahasa, dan masih banyak lagi. Termasuk pada Sabtu 12 Februari 2022 lalu saya berkenan menghadiri Rapat Kerja Nasional I (Rakenas I) RPI yang mengambil tema "Menghimpun Potensi, Menjayakan Indonesia". Di momentum ini saya bisa mengenal beberapa penulis yang sudah banyak berkarya. Buku dan tulisan mereka sudah tersebar di mana-mana.
Kala itu acaranya berupa pembukaan yang berisi sambutan Presiden EPI, pelantikan pengurus RPI Periode 2002-2025, diskusi literasi budaya, pengesahan AD/ART, pengesahan program kerja, dan penutupan. Acara yang diselenggarakan melalui Zoom Meeting ini dihadiri oleh unsur Dewan Penasehat, Dewan Pakar, Dewan Pengurus Harian Pusat, Jaringan Wilayah, dan jejaring RPI di seluruh Indonesia dan luar negeri. Walau tergolong terbatas, namun acaranya tergolong sukses hingga menghasilkan banyak hal penting bagi kemajuan RPI ke depan.
Tujuan saya bergabung di RPI pada intinya sederhana saja yaitu belajar. Belajar mendengar motivasi dan nasehat serta pengalaman dari sosok-sosok unik sekaligus hebat di RPI. Belajar mengasah minat sekaligus bakat saya di dunia literasi terutama di dunia kepenulisan. Saya sendiri bukan penulis atau tidak berprofesi sebagai penulis. Hanya saja saya tertarik untuk menekuni sejak satu dekade silam, terutama setelah saya melangsungkan pernikahan dan menempuh pendidikan lanjutan. Ketertarikan saya pada literasi terutama tulis menulis sebetulnya sudah sejak Sekolah Dasar (SD), namun semakin menggeliat sejak sedekade silam hingga kini.
Ayah saya sendiri pernah menjadi guru SD selama beberapa tahun, lalu berhenti karena memilih aktif sebagai petani. Setelah itu beliau aktif di pemerintahan desa, bahkan kelak menjadi kepala desa hingga belakangan mengalami sakit dan meninggal dunia. Setahu saya Ayah adalah pembaca yang aktif. Selain membaca buku juga membaca koran. Beliau juga suka menulis berbagai hal di buku hariannya. Di samping menulis berbagai hal yang berhubungan dengan tugas beliau sebagai kepala desa. Beliau pun kerap mengajak saya dan keluarga kecil untuk membaca, terutama setelah Magrib sebelum makan malam.
Namun demikian, saya tidak fokus pada keterbatasan pengalaman saya itu. Saya fokus pada minat dan bakat saya, serta ikhtiar saya untuk terus berkarya: punya karya tulis. Maka bergabung di RPI adalah momentum untuk belajar mengasah potensi diri saya sekaligus memompa semangat hingga memiliki karya tulis yang bermanfaat. Sebab dalam bayangan saya mereka yang bergabung di RPI adalah sosok-sosok yang berpendidikan tinggi, kaya ilmu, berwawasan luas, penuh pengalaman, punya jejaring, dan punya banyak karya. Bagi saya mereka adalah guru yang datang gratis tanpa saya undang dan bayar. Ajaib kan?
Pada beberapa kesempatan, termasuk di internal bidang penulisan dan penerbitan saya mengusulkan beberapa program yang perlu dilaksanakan ke depan, seperti, pelatihan kepenulisan, pelatihan instruktur kepenulisan, pelatihan editing, audisi kepenulisan, penerbitan buku, dan bedah buku. Untuk lebih teknisnya tentu nanti akan dibincangkan lagi melalui forum-forum internal bidang atau pengurus RPI secara keseluruhan. Bahkan program lainnya juga bisa diusulkan untuk memperkokoh RPI ke depan. Apapun programnya, diharapkan mempunyai dampak baik atau positif bagi keberlangsungan pengurus RPI sekaligus RPI itu sendiri.
Selebihnya, salah satu yang terus melintas dalam benak saya sekarang adalah kesungguhan. Ya, aktif di perkumpulan kreatif semacam ini mesti sungguh-sungguh, bukan sekadar basi-basi. Saya tidak ingin menumpang "kren" nama dan aktivitas saja di RPI. Makanya saya berupaya untuk menulis setiap hari, apapun temanya itu bebas. Sebab saya baru belajar, saya mesti memanfaatkan setiap waktu untuk hal-hal yang produktif. Sebab pada RPI ini ada kata "Produktif"-nya. Kalau saya malas menulis maka yang tersisa hanya "Rumah" dan "Indonesia". Tak salah sih, cuma seperti ada yang kurang. Sederhananya, untuk apa bergabung di RPI kalau masih malas belajar dan enggan menulis?
Bahkan bila saya sibuk dengan aktivitas lain, di setiap harinya saya selalu berupaya untuk menyediakan waktu khusus untuk menulis, termasuk untuk mengintip group WhatsApp RPI. Barangkali ada ide, narasi dan informasi baru yang perlu saya nikmati. Dan faktanya, selalu ada saja hal-hal baru. Ada tulisan baru yang bertema motivasi, informasi aktivitas kepenulisan, audisi menulis, seminar literasi, bedah buku, dan sebagainya. Serunya lagi penulis dan narasumbernya masih sosok-sosok luar biasa di RPI juga, di samping para tokoh di luar RPI. Bagi saya ini adalah anugerah terindah dan momentum belajar yang sangat gratis. Makanya saya selalu terngiang untuk mengingatkan dan mengatakan pada diri saya: bergabung di RPI mestinya sungguh-sungguh dan produktif, sebab RPI bukan rumah basa-basi. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Pengurus Pusat Rumah Produktif Indonesia Bidang Penulisan dan Penerbitan Periode 2022-2025
Komentar
Posting Komentar