Kontribusi ICMI untuk Indonesia Emas 2045


HARI Sabtu, 09 April 2022 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengadakan acara Webinar Ramadan dengan tema "Reorientasi ICMI Menuju Indonesia Emas 2045" melalui Zoom meeting. Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. Arif Satria (Ketua Umum ICMI), diantar Prof. Dr. Mohammad Najib, M.Ag. (Wakil Ketua Umum ICMI). Pada acara yang dihadiri oleh pengurus ICMI dari pusat, wilayah dan daerah dan dimoderatori oleh Dr. Priyo Budi Santoso, M.AP. (Wakil Ketua Umum ICMI) ini, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. (Ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat) didaulat menjadi narasumber tunggal. 

Saya mencatat beberapa poin penting yang mengemuka pada forum ini, pertama, perlunya diksi dan narasi yang menyeimbangi diksi dan narasi anti agama atau islamophobia yang akhir-akhir ini masih merebak di berbagai tempat. Adanya sikap alergi pada Islam perlu diimbangi dengan diksi dan narasi yang mendamaikan dan menyejukkan, sehingga menghadirkan kemaslahatan bagi semua anak bangsa bahkan dalam dinamika global. Pada level praktisnya, umat Islam tidak perlu terjebak menjadi penebar hoax dan kegaduhan, tapi menghadirkan kenyamanan bagi semua. 

Menurut Prof. Jimly, kalangan intelektual atau cendikiawan perlu aktif memproduksi gagasan yang membangun dengan tetap dalam bingkai keislaman yang mampu merekat keragaman. Elemen umat Islam juga mesti diedukasi secara masif agar tidak terjebak pada diksi dan narasi yang menimbulkan kegaduhan, sebab masih ada tugas besar yaitu menjadi narator yang menghadirkan diksi dan narasi yang konstruktif. Apalah lagi umat Islam adalah umat mayoritas, tentu punya tanggungjawab untuk berkontribusi pada aspek ini. 

Kedua, pertumbuhan umat Islam di berbagai negara di dunia dari sisi kuantitas atau jumlah mesti diimbangi dengan pertumbuhan kualitas. Munculnya semangat berislam sejatinya energi bagi umat Islam untuk berkarya dan berkontribusi bagi laju dan majunya peradaban dunia, terutama di Indonesia. Hanya saja, perlu diimbangi dengan kualitas ilmu pengetahuan yang didasari oleh iman dan taqwa yang kuat. Menurut Prof. Jimly iman dan taqwa adalah dasar yang perlu dimiliki, sementara  pengembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi adalah bentuk praktisnya. 

Ketiga, umat Islam perlu mengambil peran dan kontribusi pada perencanaan pembangunan Nasional. Pada peta jalan pembangunan nasional disebutkan bahwa ada empat fokus pembangunan yaitu (1) pembangunan aspek iman dan taqwa, (2) pembangunan ekonomi berkelanjutan, (3) pemerataan pembangunan, dan (4) pemantapan ketahanan nasional tata kelola pembangunan. Keempatnya mesti mendapat perhatian umat Islam terutama di kalangan cendekiawan. Singkatnya, kontribusi umat Islam pada pembangunan mesti berbasis pada ilmu pengetahuan dan perencanaan yang matang, sehingga benar-benar mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat. 

Keempat, masalah negara kita sangat kompleks, diantara yang cukup rumit adalah aspek ekonomi yang berdampak pada angka produktif kerja dan kemiskinan. Hal lain, dari aspek politik terjadi de-institusionalisasi politik yang semakin masif. Satu contoh yang paling sederhana adalah pejabat yang lebih suka menulis dan berkomentar di media sosial. Pada kondisi demikian, kita sudah membedakan mana urusan pribadi pejabat dan mana urusan kedinasannya sebagai pejabat. Sehingga butuh pembenahan terutama dari sisi periode kepemimpinan di partai politik yang perlu dibatasi hanya untuk dua generasi.

Kelima, modernisasi sistem politik juga perlu menjadi prioritas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih wewenang hanya karena kepentingan sesaat dan kelompok tertentu. Hal lain, perlu penguatan kaderisasi lintas organisasi sehingga stok pemimpin semakin variatif dan banyak, tidak sekadar mengandalkan kader partai politik. Figur-figur yang memiliki selera memimpin mesti dipastikan memiliki karakter dan mental kepemimpinan yang memprioritaskan masa depan generasi bangsa daripada sekadar kepentingan politik jangka pendek kelompok atau pribadinya. 

Keenam, dalam konteks dinamika global antar berbagai kepentingan dalam beberapa waktu terkahir, seperti Rusia-Ukraina, Indonesia perlu menjadi penyeimbang yang konstruktif dan produktif. Pertentangan yang menggejala dan berdampak pada kemungkinan terjadinya perang global perlu diselesaikan dengan peta politik bebas aktif sebagaimana yang sudah ditegaskan dalam konstitusi negara kita: "... ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ..."

Penyelesaian berbagai masalah yang menimpa bangsa dan negara kita mesti diselesaikan dengan serius oleh berbagai elemen yang ada, baik pemerintah maupun non pemerintah. Pembenahan dilakukan secara sistemik sehingga bisa dievaluasi dengan baik, misalnya, pembenahan kualitas demokrasi dan produk Undang-Undang. Sebab hal tersebut akan menentukan arah kebijakan mereka yang berkuasa atau mendapat mandat. Dari pemerintah tingkat pusat hingga daerah atau propinsi dan kabupaten/kota. Dari seluruh agenda tersebut di atas, ICMI berperan pada level konten dan gagasan yang berbasis pada keilmuan dan profesinya masing-masing. Singkatnya, kini publik menanti kontribusi ril ICMI untuk Indonesia Emas 2045. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Melahirkan Generasi Unggul". 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah