Ramadan Sebagai Bulan Cinta
Salah satu ayat yang sangat populer tentang shaum atau diwajibkannya shaum ramadan bagi orang beriman adalah ayat 183 surat al-Baqarah. Kita semua sering membaca dan sudah menghafal ayat tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran, Allah berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Pada ayat tersebut Allah menyapa hamba-Nya dengan "hai orang-orang beriman". Ini merupakan panggilan spesial dari Zat Yang Maha Cinta kepada kita hamba-Nya. Tidak semua manusia mendapatkan panggilan atau undangan semacam ini. Ini menunjukkan bahwa Allah menempatkan kewajiban shaum ramadan khusus bagi mereka yang benar-benar Ia cintai. Ini adalah anugerah terindah yang Allah berikan untuk kita. Sebuah hubungan cinta yang sangat fenomenal dan tak bisa dibandingkan dengan sesuatu apapun.
Shaum ramadan sendiri merupakan bagian dari rukun Islam. Ia merupakan kewajiban keberagamaan bagi seorang muslim setelah mengikrarkan keislamannya dengan bersyahadat. Sebagai makhluk atau manusia yang terpanggil untuk menunaikan kewajiban shaum ramadan kita tentu diharapkan meresponnya dengan cinta pula. Cinta yang tulus tentu didasarkan pada iman yang kokoh, ya iman kepada Allah dan rukun dan lainnya. Menerima ajaran-Nya tanpa sikap antipati atau sikap enggan.
Kesediaan kita untuk menunaikan ibadah shaum ramadan dan segala ibadah khas lainnya yang kita tunaikan pada momentum ramadan seperti shalat terawih mestinya merupakan wujud cinta kita kepada Allah dan agama-Nya. Sebab bila kita meresponnya sekadar ikut-ikutan karena orang lain maka dampak ibadah kita hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Padahal ibadah shaum ramadan dan ibadah lain yang kita tunaikan mesti menggapai level takwa yang semakin tinggi.
Bila kita merujuk pada al-Quran surat al-Baqarah ayat 183 seperti yang disebutkan sebelumnya, maka kita dapat memahami bahwa tujuan diwajibkan shaum adalah agar mencapai derajat takwa. Takwa bukan sekadar kemampuan melaksanakan perintah Allah, tapi juga kemampuan meninggalkan larangan-Nya. Shaum yang baik adalah shaum yang membuat kita semakin taat kepada Allah dan semakin jauh dari dosa dan maksiat. Shaum yang bukan saja membangun aspek spiritual tapi juga aspek sosial.
Berikutnya, bila ramadan kita sematkan sebagai bulan cinta maka ini menandakan adanya keharusan bagi kita untuk meningkatkan kualitas ibadah kita. Bahkan dalam konteks yang lebih praktisnya lagi, kita mesti meningkatkan kuantitas ibadah kita. Bila selama ini kita hanya berkutat pada ibadah wajib, maka sekarang adalah momentum untuk menambahnya dengan ibadah sunah. Sehingga cinta kita pada Allah dan dan rasul-Nya semakin kuat dan kokoh.
Bila Allah saja sudah memanggil kita dengan panggilan khas "hai orang-orang beriman", agar menunaikan ibadah shaum ramadan dengan riang dan khusyu, maka sebuah keniscayaan bagi kita untuk meng-iya-kan panggilan tersebut dengan semangat, riang dan penuh cinta. Secara praktis, kita bakal berupaya agar ramadan tidak berlalu begitu saja. Sebab ada keharusan untuk mengisinya dengan amal-amal soleh terbaik. Kesediaan kita untuk mengisi setiap detik yang kita lalui dengan kebaikan dan bukan kesia-siaan adalah wujud cinta kita pada-Nya.
Ramadan memang bulan yang sangat kita tunggu. Kehadirannya pun membuat kita riang dan gembira. Keimanan dan pengharapan akan ampunan, rahmat dan berkah dari Allah menjadi senyawa yang menggerakkan seluruh relung kehidupan kita selama ramadan. Hal ini sangat wajar, sebab kita tercipta dari ruh dan fisik atau raga. Dalam diri kita ada unsur yang memungkinkan kita untuk merasakan nikmatnya panggilan Allah untuk menjalankan ibadah shaum ramadan. Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah mengisinya dengan ibadah dan amalan terbaik. Semoga dengan demikian, ramadan pun benar-benar bulan cinta, ya cinta Allah kepada kita dan cinta kita pada-Nya! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!"
Komentar
Posting Komentar