Optimisme RPI Mendirikan Penerbitan dan Menerbitkan Buku


RABU 6 April 2022, sekitar pukul 07.20 WIB, saya baru saja membaca kembali beberapa tulisan saya yang dimuat di surat kabar dan media online pekan dan hari ini, tetiba saya mendapat undangan untuk menghadiri acara Obrolan Rencana Pembuatan Penerbit Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia (RPI). Tak menunggu lama, saya pun langsung masuk ke link Zoom Meeting. Walau terlambat beberapa menit, saya merasakan pertemuan yang dihadiri oleh belasan pengurus RPI kali ini sangat bermanfaat. 

Ada banyak hal yang diobrolkan pada pertemuan kali ini. Seingat saya semuanya jenial dan benar-benar membuat saya semakin jatuh cinta pada RPI. Bahkan semakin termotivasi untuk terus menulis, agar kelak buku saya bisa diterbitkan oleh RPI. Mungkin Sekretaris Jenderal atau bidang terkait bisa mempublikasi poinnya. Saya hanya mencoba untuk menambahkan beberapa hal sebagai penambah konten yang diperbincangkan pada pertemuan yang dihadiri oleh Presiden dan Ketua Harian RPI ini. 

Pertama, perlunya pendirian penerbitan buku RPI. Sebetulnya sebagai sebuah organisasi atau perkumpulan RPI sudah bisa memiliki penerbitan buku sendiri. Misalnya, bisa mendapatkan ISBN dari perpustakaan nasional. Hanya saja RPI belum memiliki percetakan mandiri. Tapi RPI diuntungkan oleh penulis di RPI yang rerata memiliki naskah dalam beragam jenis dan tema. Pertemuan kali ini adalah embrio bagi terbentuknya penerbitan mandiri ke depan. Sehingga naskah apapun bisa diterbitkan menjadi buku dan terpublikasi dengan baik ke berbagai elemen dan tempat.  

Berdasarkan pengalaman saya selama ini, beberapa hal yang dibutuhkan untuk terbentuknya penerbitan buku di RPI diantaranya, tim yang benar-benar fokus dan siap bekerja secara profesional di penerbitan. Di sini yang dibutuhkan bukan saja pengalaman tapi juga kesungguhan untuk berjuang membangun dan membesarkan penerbitan buku RPI ke depan. Untuk itulah diperlukan manajemen dan mekanisme yang baku sehingga menjadi pijakan dalam menjalankan unit ini. Dari manajemen unit hingga fungsi tim serta urusan teknis yang berkaitan dengan "pemburuan", editing, layout, desain cover, dan penerbitan naskah hingga publikasi. 

Kedua, RPI perlu memperkuat tradisi menulis sebagai kunci lahirnya naskah baru. Sebagai organisasi kreatif dan akrab dengan dunia kepenulisan, RPI dengan seluruh penggiatnya perlu memperkuat tradisi kepenulisan. Semangat menulis itu bagus bahkan sangat bagus, namun ia akan menjadi relevan manakala diikuti dengan praktik menulis. Ke depan penggiat RPI adalah pengisi aktif konten terbaik untuk website resmi RPI. Bahkan menjadi penulis untuk ribuan judul buku di berbagai toko buku di seluruh Indonesia. 

Memang diakui bahwa penggiat RPI adalah mereka yang sudah akrab dengan dunia kepenulisan bahkan sudah memiliki karya tulis yang terpublikasi. Ada yang berbentuk buku dan ada pula yang dipublikasi melalui media massa dan media online. Semua itu menjadi magnet dan pemantik yang menyulut semangat untuk terus berkarya. Namun itu masih pada skala personal atau yang saya sebut sebagai "one man show". Ke depan RPI perlu "one team show". Sehingga RPI bukan saja produktif secara personal tapi juga secara tim atau organisasi. 

Ketiga, RPI perlu membangun kemitraan dengan berbagai kalangan dengan tetap menjaga independensi RPI sebagai organisasi kreatif dan berbasis pada ide positif sekaligus produktif. Pada era semacam ini bermitra dengan elemen mana dan apapun adalah niscaya. Namun posisi RPI tetap pada independensinya sehingga tidak terjebak pada kepentingan sesaat. Dengan demikian RPI perlu memperluas jaringan dan segmentasi, dengan harapan bisa mencari titik temu agar bisa menjalankan program bersama dan pelaksanannya bisa dicicil sejak dini. 

Keempat, penggiat RPI perlu merambah ke penulisan biografi dan destinasi wisata. Penggiat RPI berasal dari berbagai daerah atau kota di seluruh Indonesia yang memiliki ciri khas dan potensi wisatanya masing-masing. Saya kira ini adalah peluang bagi penggiat RPI untuk menulis buku tentang destinasi wisata daerah setempat. Tokoh atau pejabat di masing-masing tempat juga tak sedikit. Mereka bisa menjadi mitra Kepenulisan. Misalnya, RPI menulis buku tentang tentang tokoh. Ya semacam biografi tokoh tertentu, yang bisa jadi menjadi karya yang bermanfaat bagi sang tokoh dan pembacanya.

"Sebaik-baik ide adalah ide yang bisa dijalankan dan dinikmati hasilnya", begitu ungkapan seorang teman. Ya, obrolan RPI mengawali pagi ini adalah obrolan bergizi. Tukar tambah ide dan pengalaman adalah sebuah energi yang membuat RPI semakin kaya dan produktif. Namun semua itu akan menjadi "sesuatu" dan "wah" manakala ditindaklanjuti menjadi aksi nyata. RPI butuh tim yang solid yang menjalankan roda atau unit penerbitan buku. Saya sendiri siap di bagian pembaca sekaligus penulis naskah. Semoga setiap penggiat punya selera dan jiwanya terpanggil untuk berperan. Sebab RPI adalah kita! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penggiat Rumah Produktif Indonesia Bidang Penulisan dan Penerbitan 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok