Ramadan dan Asa Menyudahi Tradisi Konsumtif


RAMADAN merupakan bulan mulia dan suci. Ia juga merupakan bulan ampunan dan al-Quran. Pada bulan ini kita menjalankan berbagai ibadah khas ramadan seperti shaum, tarawih, berbuka dan sahur, di samping ibadah wajib seperti shalat lima waktu dan ibadah sunah seperti shalat sunat rawatib yang sudah biasa kita tunaikan. Selain itu, kita juga dianjurkan untuk membaca dan mengkaji al-Quran, berinfak dan bersedekah pada sesama semampu kita, serta menjaga silaturahim dan hubungan baik dengan keluarga, sahabat, dan tetangga. 

Selain berbagai ibadah dan amal soleh semacam itu, salah satu kebiasaan baik yang kerap kita saksikan bahkan lakukan pada momentum ramadan juga adalah mengadakan atau mengikuti berbagai kajian keagamaan atau seminar ilmiah lainnya. Berbagai ormas,  komunitas dan serupanya begitu semangat sekaligus giat melaksanakan agenda semacam itu. Apalah lagi di masa pandemi semacam ini, kegiatan Webinar menjadi fenomena yang menarik dan mendapat respon yang baik dari banyak orang. Berbagai lembaga atau institusi negara pun melakukan hal serupa dengan fokus tema tertentu. 

Saya bersyukur sebab mendapatkan kesempatan yang cukup sehingga aktif menghadiri kegiatan semacam itu. Baik sebagai narasumber maupun sebagai peserta biasa seperti para penggiat media sosial lainnya. Saya memandang ini merupakan fenomena positif yang mesti diapresiasi oleh siapapun, selain dengan cara mengikuti kegiatannya juga menemukan hikmah atau manfaat dari berbagai kegiatan semacam itu. Secara sepintas, selain mendapatkan pengetahuan, wawasan dan informasi juga perspektif baru, kegiatan semacam ini bisa memudahkan kita dalam memperluas jaringan kerja, persahabatan dan sebagainya.  

Secara khusus, hari ini Jum'at, 22 April 2022 pukul 07.00 WIB-08.00 WIB saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri Webinar ilmiah melalui Zoom Meeting. Pada acara yang dihadiri oleh 30-an lebih peserta ini mengulas tema "Ramadan dan Isu Food Waste" dengan narasumber Dr. Deni Lubis, S.Ag.,MA. (Pak Deni). Di tengah mengikuti acara ini saya juga menyaksikan Pak Yanuardi Syukur turut hadir. Selain menjadi akademisi dan penulis, sosok yang satu ini kini masih menjadi Presiden Rumah Produktif Indonesia (RPI), tempat saya turut "nimbrung" sebagai pengurus pusat bidang penulisan dan penerbitan. 

Pada kesempatan ini, Pak Deni menyampaikan beberapa hal penting, pertama, isu konsumsi di bulan ramadan. Diantaranya peningkatan konsumsi makanan dan non makanan, banyaknya volume makanan yang ditawarkan, pendeknya jam makan (sekitar 2 sampai 4 jam saja), banyak acara makan bersama (buka bersama dan nanti pada saat Idhul fitri ada halal bi halal), adanya redistribusi kekayaan dan peningkatan pendapatan, dan peningkatan food waste sebanyak 15-20 %. 

Kedua, isu food waste. Food waste adalah makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia namun dibuang begitu saja dan akhirnya menumpuk atau terbuang. Menurut narasumber, isu yang cukup menyeruak misalnya 1/3 makanan di seluruh dunia dibuang percuma, sementara 7,6 milyar manusia di dunia butuh makanan dan 800 juta diantaranya tergolong miskin alias kelaparan. Naifnya, rerata negara muslim menjadi negara tingkat  food waste tertinggi di dunia. 

Pada saat yang sama kebutuhan penduduk dunia dalam hal makanan, energi dan air semakin meningkat. Apalah lagi beberapa waktu terkahir terjadi perang antar Rusia dan Ukraina, hal ini sangat berdampak pada meningkatnya harga makanan dan non makanan, serta adanya dampak negative food waste terhadap lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan ketahanan pangan. Tentu saja food waste semakin meningkat dan menjadi isu perlu mendapat perhatian sekaligus penanggulangan serius dari setiap negara di dunia. 

Mengafirmasi penjelasan tersebut, saya bisa menyebutkan diantara penyebab food waste, yaitu (1) kebiasaan tidak menghabiskan makanan yang masih terjadi, (2) makan makanan yang tidak sesuai dengan porsi atau kebutuhan, (3) membeli atau memasak makanan yang pada dasarnya tidak disukai, (4) gaya hidup atau gengsi menghabiskan makanan di depan orang ramai, (5) serakah pada harta atau kepemilikan, (6) kufur nikmat atau tidak bersyukur atas rezeki yang Allah berikan, (7) menipisnya kepedulian pada sesama, sehingga sering mengadakan "pesta makan" secara masal dan terkesan "hura-hura" pada saat orang lain di sekitar mengalami kelaparan, dan (8) belum mampu mengelola sisa makanan dan minuman secara produktif. 

Bila menelisik pada ajaran Islam, sebetulnya Islam sudah mengatur secara detail bagaimana dan seperti apa seorang muslim dalam hal pemanfaatan kekayaan termasuk makanan dan serupanya. Bahkan Islam menggariskan etika tertentu dalam hal konsumsi. Seperti pra konsumsi, Allah berfirman, "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah: 168). 

Mengenai saat konsumsi, Allah berfirman, "Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. al-A'raaf: 31), dan mengenai pasca konsumsi, Allah berfirman, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra: 26-27) 

Atas dasar itu, pada ramadan ini bahkan di luar ramadan kelak, kita sebagai muslim harus teratur dalam hal penggunaan rezeki yang kita peroleh dari Allah, terutama makanan dan minuman. Makan dan minum seperlunya, sehingga tidak ada peluang untuk membuang makanan dan minuman. Pada saat yang sama, ada baiknya kita meningkatkan kepedulian pada sesama. Praktisnya, tentu bukan saja berbagi makanan dan minuman pada sesama, tapi juga memberi hadiah kepada orang lain dalam bentuk barang atau benda yang benar-benar kita sukai. Bila terbersit pikiran untuk memberi maka segeralah memberi, sebab pikiran semacam itu adalah kebaikan. Semoga Allah selalu membimbing agar kita tergolong menjadi hamba-Nya yang taqwa sekaligus peduli pada sesama! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Pendidikan Ramadan" dan Pengurus Pusat Rumah Produktif Indonesia (RPI) 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah