Spirit Fusi PUI Dari Para Pendiri PUI


Persatuan Ummat Islam (PUI) merupakan ormas keagamaan berbasis massa Islam yang lahir pada 21 Desember 1917. Pendirinya adalah KH. Abdul Halim asal Majalengka, KH. Ahmad Sanusi asal Sukabumi dan Mr. R. Syamsuddin asal Sukabumi, semuanya ada di Jawa Barat. Pada 21 Desember 2021 lalu PUI mengadakan syukuran miladnya yang ke-104. Kala itu PUI mengangkat tema "Memimpin Umat, Membangun Bangsa" dan dimeriahkan di beberapa titik di seluruh Indonesia.  

Dalam rangka syukuran dan mengambil hikmah Fusi PUI pada 5 April 1952 dan kini sudah berusia 70 tahun, pada Sabtu, 9 April 2022 PW HIMA PUI Jawa Barat dan Forum Penulis PUI mengadakan acara Webinar Nasional "70 Tahun Fusi PUI". Pada acara yang diselenggarakan melalui Zoom Meeting dan mengangkat tema "Menyelami Pemikiran, Perjuangan dan Warisan Tiga Tokoh Pendiri PUI" menghadirkan KH. Nurhasan Zaidi (Ketua Umum DPP PUI) sebagai Keynote Speech. 

Adapun narasumber pada acara yang dihadiri ratusan peserta dari keluarga besar PUI dan umum lintas kota di seluruh Indonesia ini yaitu Dr. KH. Munandi Saleh, M.Si. (Ketua Dewan  Pertimbangan Pusat PUI), Dr. H. Muhammad Iskandar M. Hum. (Anggota Dewan Pertimbangan Pusat PUI), dan KH. Asep Zaki (Ketua DPD PUI Majalengka), serta  Isep Saepulloh, SH. (Ketua Umum PW PUI Jawa Barat) didaulat menjadi moderator. 

Pada pertemuan kali ini KH. Nurhasan Zaidi menegaskan pentingnya Fusi PUI sebagai momentum penyatuan dan konsolidasi keumatan era awal pendirian negara Indonesia.  Menurutnya, pada saat itu kondisi bangsa penuh dinamika, sehingga berbagai elemen terjebak pada kepentingan kelompok yang begitu menguat. Namun pada saat itu pendiri PUI justru menyatu sekaligus memberi keteladanan yang terbangun dari kesadaran pentingnya bersatu padu untuk kemajuan umat dan bangsa.  

"Mendalami Fusi PUI bermakna membangun kesadaran sejarah tentang organisasi besar yaitu Persatuan Ummat Islam atau PUI yang didirikan oleh para pendirinya yaitu KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. Syamsuddin.  Dari sejarah pendirian PUI dan dinamika kebangsaan hingga pemikiran dan perjuangan para tokohnya," ungkapnya. 

Pada sesi selanjutnya Dr. KH. Munandi Saleh menyampaikan bahwa para pendiri PUI adalah sosok tokoh yang berwawasan luas. Dua orang Kiai adalah ulama dan pendidik sejati, serta satu orang lagi adalah birokrat dan politisi ulung. Mereka juga pemikir, pejuang dan negarawan ulung yang berperan dan berkontribusi nyata bagi kemajuan umat dan bangsa bahkan dalam proses pendirian negara Indonesia.  

"Tiga pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI) adalah KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Syamsuddin. Saya sebut ketiganya dengan Tri Tunggal PUI. Tokoh yang pertama adalah ulama yang ahli di bidang pendidikan modern, yang kedua adalah ulama yang ahli di bidang pendidikan keagamaan dan ketiga adalah birokrat. Dalam konteks negara ketiganya adalah negarawan sejati," ungkap akademisi sekaligus penulis ini.

Kemudian selaku narasumber berikutnya Dr. Muhamad Iskandar menegaskan bahwa Fusi PUI merupakan penegas bahwa PUI sangat konsen pada persatuan dan tidak terjebak pada dinamika yang tidak produktif. Hanya saja dalam konteks kekinian PUI memperhatikan perihal waktunya dari sisi tahun Masehi dan Hijriyah. Sehingga lebih menyeluruh dan kontekstual dengan substansi Fusi itu sendiri. "Fusi PUI lahir dari menyatunya dua organisasi berbasis masyarakat Islam menjadi Persatuan Ummat Islam atau PUI", ungkapnya.

Pada penyampaiannya, KH. Asep Zaki menegaskan bahwa Fusi PUI mengandung spirit persatuan ummat dan melayani masyarakat. "Kiai Halim dan Kiai Sanusi adalah sosok yang gandrung pada persatuan umat Islam, sehingga selalu konsen dalam upaya menyatukan umat. Karena itu, bagi jamaah PUI mesti memiliki kompetensi persatuan dan tidak perlu terjebak pada perbedaan yang mengarah pada konflik." 

Dalam konteks itu beliau menjelaskan jamaah PUI perlu menjaga persatuan di internal organisasi dan meninggalkan hal-hal yang menimbulkan dinamika yang tak produktif. Karena itu PUI perlu memiliki tiga kompetensi yaitu kompetensi persatuan, kompetensi keumatan dan kompetensi keislaman yang lurus. "PUI mesti konsen pada pengembangan pendidikan dan dakwah, sehingga umat sekaligus masyarakat semakin merasakan keberadaan dan kontribusi PUI", lanjutnya.

Sejauh tangkapan saya pada penyampaian para narasumber saya menangkap beberapa spirit Fusi PUI, pertama, pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan sesama umat Islam. PUI mesti menjadi perekat keragaman di tengah umat dan masyarakat Indonesia. Kedua,  perlunya penguatan lahirnya para mujahid: ulama dan pemimpin di abad kedua PUI. Kaderisasi dan ekspansi organisasi perlu menjadi perhatian serius dan prioritas. Ketiga, pentingnya penguatan kontribusi PUI bagi kemaslahatan umat dan kemajuan bangsa.

Selain perlu dikembangkan usaha dan pengelolaan aset PUI secara produktif, satu hal yang perlu mendapat perhatian PUI terutama kalangan mudanya adalah tradisi literasi PUI terutama kepenulisan. Kiai Abdul Halim dan Kiai Ahmad Sanusi adalah ulama dan negarawan sekaligus penulis ulung. Di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini PUI perlu memproduksi konten dan gagasan lalu dipublikasi secara masal ke berbagai media yang tersedia. Literasi pun bukan lagi tradisi para penulis, tapi sudah menjadi tradisi keluarga besar PUI. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Penggiat Forum Penulis PUI 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok