Berkali-kali Merindui Nurul Hakim


Alhamdulillah, saya sangat bersyukur, haru dan bangga karena rencana acara bedah buku "Merindui Nurul Hakim" akhirnya terwujud juga. Acara yang berlangsung pada Rabu 5 Juni 2024 di Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH), Kediri, Lombok Barat, NTB kali ini berjalan lancar dan sukses serta diikuti secara antusias oleh para peserta yang hadir. Pada forum yang dihadiri oleh sekira 100-an santriwati kelas 10 dan 11 SMK Putri ini dihadiri oleh Prof. Dr. Adi Fadli, MA (alumni NH, Wakil Rektor 1 UIN Mataram), Ustadz Firdaus Nuzula, M.Pd. (Sekretaris Yayasan Nurul Hakim Lombok) dan beberapa Ustadzah pembina asrama.

Pada forum ini Prof. Adi bercerita tentang kesan dan pengalaman selama nyantri di NH. Menurut beliau, NH telah merubah seluruh kehidupannya. Tradisi keilmuan para Tuan Guru dan Ustadz di NH sangat berkesan dan menyentuh kalangan santri, sehingga rerata santri dan alumni bermanfaat di tengah masyarakat. Berbagai kehidupan yang dilalui selama nyantri telah memberi dampak besar bagi kehidupan dan karirnya kini. Sebuah pengalaman bersejarah dan sangat berkesan. 


Beliau pun berpesan agar para santri yang sedang menempuh pendidikan di NH agar menjaga keikhlasan, kesungguhan dan kesabaran. Pendidikan pondok pesantren memiliki keunikan dan kekhasan sehingga membuatnya menarik dan diikuti oleh banyak kalangan. Mereka yang pernah nyantri bakal merasakan hal yang berbeda. "Saya dulu tak pernah bermimpi menjadi profesor. Saya hanya belajar dan belajar. Mengikuti berbagai pelajaran di kelas dan asrama juga pengajian di pondok ini. Akhirnya Allah menakdirkan saya di posisi seperti saat ini sekarang", ungkapnya. 

Selanjutnya, saya mendapat kesempatan untuk mengulas isi buku "Merindui Nurul Hakim". Di bagian awal saya menjelaskan bahwa buku ini merupakan ikhtiar sebagian alumni sebagai wujud cinta dan rindu yang mendalam pada NH. Mereka mengungkap atau bercerita tentang kesan dan pengalaman selama menempuh pendidikan dan hidup di lingkungan NH selama sekian waktu. Mereka bercerita apa adanya sesuai dengan pengalaman dan apa yang mereka rasakan. Dari hal-hal yang serius, lucu, gokil dan unik hingga hal-hal yang seram. Termasuk pengalaman menemukan cinta di NH. 


Selanjutnya, saya berbagi tips dan motivasi sekitar kepenulisan. Pertama, baca dan tulis adalah adalah kunci ilmu. Dua tradisi ini merupakan tradisi yang sudah kita kenal sejak lama. Bahkan kita sudah terbiasa untuk melakukan keduanya dari dulu hingga kini, termasuk di saat menempuh pendidikan di NH. Ini adalah kunci ilmu. Karena itu, bila kita ingin mendalami berbagai ilmu maka kita harus menjaga dua tradisi ini: baca dan tulis. Bila memungkinkan kita perlu membuat target tertentu. Misalnya, membaca buku minimal 10 menit per hari dan menulis minimal 10 menit per hari. Jadikan keduanya sebagai sebagai tradisi yang terjaga. 

Kedua, tradisi baca dan tulis merupakan salah satu tradisi warisan Bapak TGH. Safwan Hakim (alm). Dalam konteks NH, baca dan tulis merupakan tradisi para Tuan Guru, terutama TGH. Safwan Hakim (alm). Bayangkan saja, setiap sebelum mengisi berbagai pengajian, ceramah dan khutbah, beliau selalu membaca. Beliau juga selalu menuliskan apa-apa yang perlu disampaikan pada momentum tersebut. "Bapak TGH. Safwan Hakim itu selalu membaca dan menulis. Beliau juga selalu membawa bulpen dan catatan ke mana pun beliau pergi", ungkap Ustadz Firdaus Nuzula, M. Pd. saat menyampaikan pengantar acara ini. 


Ketiga, santri menulis adalah keniscayaan. Santri sangat akrab dengan buku pelajaran dan kitab-kitab beragam tema juga ilmu. Setiap hari santri selalu bersentuhan dengan ilmu dan ilmu. Bila tidak dijaga dengan baik maka ilmu yang diperoleh akan lenyap begitu saja. Maka menulis menjadi sebuah keniscayaan. Tak ada.lagi alasan untuk tidak menulis, sebab selalu ada alasan untuk menulis. Kita harus menegaskan dalam hati kita agar menulis minimal satu buku selama menjadi santri di NH. Boleh lulus dari NH setelah berhasil menulis satu buku. Temanya bebas, bahkan bisa menulis secara kolaboratif. 

Pada kesempatan kali ini saya mengajak beberapa penulis buku "Merindui Nurul Hakim" untuk hadir. Begitu pula sepupu dan keponakan saya yang sedang menempuh pendidikan di beberapa perguruan tinggi di Mataram dan sekitarnya. Bahkan anak saya yang pertama, Azka Syakira, saya ajak dan turut hadir di forum ini. Azka sengaja saya ajak agar ia semakin kenal dengan NH. Bagaimana pun, tahun 2024 ini dia mendaftar di Program Pendidikan Khusus (PPKh) NH. Berita baiknya kini ia diterima setelah melalui berbagai proses test (26 Mei 2024) dan ta'aruf kepondokan (23-29 Juni 2024). Semoga tulisan ini menjadi bukti bahwa para alumni NH pun selalu atau berkali-kali merindui NH sebagaimana judul buku karya kolaboratif sebagian alumninya ini: "Merindui Nurul Hakim". (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merindui Nurul Hakim"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah