Mengenang Ta'aruf Kepondokan Nurul Hakim


Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH) merupakan salah satu pondok terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB). Setelah proses penerimaan santri baru tahun 2024 yang berlangsung pada 25 Mei hingga 8 Juni 2024 serta pada 22-23 Juni 2024, kini dilangsungkan Ta'aruf Kepondokan dengan berbagai acara seperti pembelajaran di kelas, pengenalan pondok, olahraga, bebersih lingkungan pondok dan sebagainya. 


Anak saya yang pertama Azka Syakira  merupakan salah satu peserta atau calon santri yang mengikuti Ta'aruf Kepondokan yang berlangsung selama 7 hari, 23-29 2024, tersebut. Bagi Azka ini merupakan pengalaman berharga dan spesial dalam kehidupannya. Walau ia sudah mengenal NH sejak beberapa tahun lalu dari buku dan tulisan-tulisan saya serta foto juga video rekaman di YouTube, namun acara Ta'aruf Kepondokan adalah hal baru bagi kakak dari Bukhari Muhtadin, Tsamarah Walidah, Aisyah Humaira dan Arsyila Qonita ini. 


Ta'aruf Kepondokan adalah rangkaian ujian awal bagi Azka dan teman-temannya menjelang mengikuti berbagai aktivitas sekaligus kehidupan saat nyantri kelak untuk calon santri baru putri Nurul Hakim. Kali ini Azka mendaftar di Program Pendidikan Khusus (PPKh) Kuliyatul Mu'alimin wal Mu'alimat al-Islami (KMMI) yang berlangsung selama enam (6) tahun. Azka memilih program ini dengan harapan dan impian kelak bisa menekuni berbagai ilmu dan keterampilan tertentu sebagai bekal hidup sekaligus melanjutkan ke pendidikan selanjutnya. 


Pada saat Ta'aruf Kepondokan tentu ada begitu banyak kesan, pengalaman dan kenangan yang  sudah dilupakan oleh para calon santri. Mereka pun bakal mulai merasakan betapa kehidupan di pondok itu penuh tantangan dan ujian. Namun bila niat ikhlas, tekad kuat dan kesungguhan sudah tertanam dalam jiwa, maka semua itu menjadi hal yang biasa. Karena itu pula kesabaran dan kesyukuran selalu menjadi modal utama yang mesti trus terjaga. Sabar dan syukur pun menjadi identitas unggul yang wajib dimiliki oleh santri. 


Mengenang NH menjadi warna kehidupan tersendiri bagi para santri, atau saat ini masih calon santri. Melalui kehidupan di pondok butuh orientasi yang jelas dan tegas yaitu mencari ridho Allah dan ilmu karena Allah. Bukan untuk bergaya, pamer harta, pamer pakaian dan berbagai bentuk sikap yang mengarah pada sikap tercela seperti ujub, riya', sombong, angkuh dan hidup serba bebas. Orientasi Lillah akan berdampak pada sikap dan respon terhadap berbagai peraturan pondok yang sangat tegas, ketat dan disiplin. 


Berkaitan dengan ini saya jadi teringat dengan ungkapan Bapak TGH. Safwan Hakim (alm) yang sangat mashur di lingkungan keluarga besar NH. "Ke Nurul Hakim, Apa yang Kau Cari?", ungkap beliau dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan ini sederhana dan pendek namun membutuhkan jawaban serius dan panjang. Pertanyaan ini menghentak nurani siapapun terutama santri NH dalam menempuh pendidikan di NH. Beliau hendak memastikan niat dan orientasi santri ke NH benar-benar bersih dan tulus. 


Ungkapan beliau pun bukan saja berlaku untuk para santri tapi juga untuk para orangtua atau wali santri agar meluruskan niat dan orientasi melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke NH. Niat yang ikhlas dan percaya pada proses pendidikan pondok adalah hal penting yang harus dimiliki oleh para orangtua atau wali santri. Sebab bila melenceng dari dua hal ini maka akan berdampak buruk pada pendidikan anak-anak atau santri di NH. Tapi saya percaya bahwa para orangtua atau wali santri sudah paham itu. Selain karena rerata pernah nyantri di NH juga sudah memahami NH. 


Saya sendiri merupakan santri NH 1996-2002 silam. Selama 6 tahun di NH merupakan pengalaman berharga. Proses pendidikan di NH telah membuat saya bertransformasi, bukan saja dalam hal jenjang pendidikan formal tapi juga dalam hal nilai-nilai luhur, motivasi hidup dan tradisi keilmuan. Bagi saya, NH adalah lembaga pendidikan yang sangat berjasa besar. Pengalaman saya ini menjadi pemantik dan motivasi tersendiri bagi Azka untuk melanjutkan pendidikan di NH. Semoga para calon santri baru termasuk Azka betah di NH, sehingga kelak lebih betah lagi saat benar-benar menjadi santri di NH! (*)

* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merindui Nurul Hakim" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah