Menulis itu Mengasyikan


"Menulis dulu, menulis lagi dan menulis terus", begitu ungkapan yang selalu memotivasi sekaligus menyemangati saya di kala malas gerak alias mager tiba-tiba datang. Bila semangat menulis menurun drastis, saya kembali membaca ungkapan itu berkali-kali, bahkan puluhan kali. Begitulah cara saya menjaga stabilitas semangat dari dalam diri saya agar aktivitas menulis tetap terjaga alias semakin produktif. Sebab sebagai pemula, saya tak boleh kalah oleh lelah. Semangat menulis harus terus menyala sampai kapan pun! 

Ungkapan tersebut seperti menemukan koleganya ketika saya mendapatkan kabar diadakannya acara Seminar Nasional Kepenulisan yang diadakan di Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon (UI BBC) pada Ahad 23 Juni 2023. Seingat saya, saya mendapatkan informasi acara ini dari Mas Firman selaku panitia acara yang bertema "Menulis itu Mengasyikan" ini. Saat itu saya masih di atas kapal KM. Dharma Rucitra VIII yang sedang berlayar dari Gilimas (Lombok) menuju Tanjung Perak (Surabaya), Sabtu 15 Juni 2024 malam. 

Mendapat informasi seperti ini membuat adrenalin saya bak menyala, ya semangat saya semakin menyala. Bagaimana tidak, narasumber yang bakal menyampaikan materi acara ini adalah seorang fasilitator sekaligus narasumber yang oke punya. Saya mengenalnya sejak 2007 silam, kala kami sama-sama kuliah semester akhir di Bandung. Bila saya di UIN Bandung, sementara sosok ini di Universitas Padjajaran (UNPAD). Namanya Tendi Murti, akrab saya sapa Mas Tendi. Sosok ini sudah menulis puluhan buku dan ratusan kali menjadi narasumber beragam acara kepenulisan. 

Pertanyaannya, mengapa menulis itu mengasyikan? Pertama, menulis dapat memaksa saya untuk belajar dan terus belajar. Saya sendiri sudah menekuni dunia kepenulisan sebagai aktivitas produktif sejak 2003 silam, saat saya mulai ikut aktif di organisasi mahasiswa, tepatnya Badan Eksekutif Mahasiswa (UIN) Bandung, yang saat itu masih berstatus UIN. Kala itu saya menulis atas nama pengurus BEM di majalah mahasiswa UIN Bandung, Suaka. Sejak itu saya mulai belajar dan menekuninya, hingga kelak terus belajar menulis artikel dan buku. 

Kedua, menulis memaksa saya untuk berkarya terus. Pengalaman pada nomor pertama itu, dampaknya sekarang, saya sudah bisa menulis sekitar 8.000 artikel untuk berbagai surat kabar dan media online termasuk website resmi beberapa lembaga. Saya pun sudah menulis 60-an judul buku, 30-an diantaranya karya solo dan sisanya karya keroyokan dengan para penulis lainnya di seluruh Indonesia. Saya yang berasal dari kampung tentu merasa bangga dan haru karena bisa bersua dengan para penulis lain yang turut menyumbangkan tulisan di buku karya keroyokan. 

Dari 30-an judul buku solo, sebagian besarnya merupakan bunga rampai artikel dalam beragam tema seperti pendidikan, kepemudaan, cinta dan motivasi. Termasuk biografi beberapa tokoh nasional. Sementara buku keroyokan umumnya bertema pendidikan. dan sosial politik. Karena saya memang suka menulis opini perihal isu-isu publik. Hal ini sangat wajar karena saya dulu aktif di organisasi mahasiswa, kerap menjadi narasumber di forum diskusi dan TV, serta suka membaca berita seputar kebijakan publik. 

Ketiga, menulis dapat menambah isi dompet saya. Saya sangat terharu dan bangga karena buku-buku saya ternyata habis diburu pembaca. Awalnya memang agak ragu, tapi karena publikasi dan jaringan penulis juga pembaca yang tergolong solid, akhirnya buku-buku saya habis juga. Puluhan buku yang saya tulis akhirnya menjadi "kartu nama" yang telah mengenalkan saya di banyak forum dan kota. Saya pun kerap diundang di berbagai forum, baik di perguruan tinggi dan pesantren maupun di beberapa kota lintas propinsi. 

Bahkan tak sedikit tokoh yang meminta saya untuk menulis naskah biografinya. Seperti biografi Walikota Cilegon, Bupati Lombok Tengah, Kapolri dan beberapa tokoh lainnya. Pengalaman menulis buku biografi tokoh menjadi penyemangat tersendiri bagi saya yang dulunya ragu dengan dunia kepenulisan. Jasa menulis biografi itu mahal lho. Saya tidak sedang mengajak pembaca untuk memburu uang dengan cara menulis. Poin saya adalah kesungguhan dalam belajar, kerja keras dan mengasah keterampilan menulis dapat menjadi magnet karya jadi sumber uang. 

Keempat, menulis dapat mewujudkan impian saya untuk berkunjung ke berbagai kota di seluruh Indonesia. Karena menulis buku saya bisa berkunjung ke Makasar, Denpasar, Surabaya, Jogjakarta, Labuan Bajo, Mataram, Jakarta, dan berbagai kota lainnya. Awalnya saya tidak bermimpi bisa mengalami hal semacam itu. Tapi buku saya ternyata sukses membawa saya ke berbagai tempat itu. Saya baru saja kembali dari Mataram mengisi acara bedah buku "Pemuda Negarawan", "Aku, Dia dan Cinta" dan "Plan Your Success". 

Bahkan dalam waktu dekat, tepatnya Kamis 27 Juni 2024 saya mengisi acara bedah buku "Pemuda Negarawan" di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), awal Juli 2024 bedah buku biografi "Haji Pathul Bahri" di Mataram, dan awal Agustus 2024 bedah buku "Welcome to Labuan Bajo" di Labuan Bajo dan "Bocah Matahari" di Labuan Bajo. Siapa yang tak senang bisa berkunjung ke Mandalika Lombok dan Labuan Bajo, NTT. Pastinya senang, bukan? Saya mengalaminya sendiri beberapa kali, dan dalam waktu dekat kembali berkunjung. Ini yang bikin asyiknya menulis itu semakin tak terbendung.  

Entahlah, intinya menulis pun benar-benar bikin ketagihan. Apalagi buku kita bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga dan pembaca di luar sana, menulis menjadi aktivitas yang menjanjikan. Asyiknya itu di mana-mana. Di hati, perasaan dan isi dompet. Saya tentu bukan satu-satunya yang merasakan dampak dari menulis atau karya tulis. Sebab ada banyak di luar sana yang bisa jadi menulis hanya beberapa buku bahkan beberapa artikel tapi benar-benar merasakan manfaat karyanya. Mereka sangat layak dijadikan inspirator dalam meningkatkan semangat kita dalam berkarya.  

Seminar kepenulisan yang diadakan di UI BBC dengan narasumber yang oke punya kali ini adalah anugerah sekaligus momentum istimewa. Di sini kita bisa kenalan dengan mereka yang satu frekuensi atau punya minat yang sama. Kita juga bisa belajar dari pengalaman dan motivasi narasumber yang berpengalaman. Tentu ini menjadi pemicu kita agar terus belajar dan berkarya. Intinya, bila kita terjun ke dunia kepenulisan, jangan kalah oleh lelah dan jangan puas dengan satu atau dua karya. Terus belajar dan terus berkarya. Bila belum terasa asyiknya, ya tinggal asyikin saja. Toh nanti juga asyiknya bakal numpuk! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Peserta Seminar Nasional Kepenulisan Bareng Penulis Nasional Mas Tendi Murti 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah