Menulis Butuh Cinta dan Kolaborasi


Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon (UI BBC), Ahad 23 Juni 2024, kembali menghadirkan acara inspiratif Seminar Nasional Kepenulisan bertema "Menulis itu Mengasyikan". Pada acara yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UI BBC ini menghadirkan narasumber Tendi Murti, akrab saya sapa Mas Tendi. Hadir pada forum ini Dr. KH. Muhammadun (Wakil Rektor III UI BBC), para dosen, tokoh muda Cirebon Mas Faisal dan puluhan peserta dari berbagai perguruan tinggi dan pecinta literasi di Cirebon dan sekitarnya. 

Saya datang di lokasi acara sekitar pukul 08.30 WIB. Menjelang acara berlangsung saya berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu inisiator acara ini yaitu Mas Firman. Bukan pertama ini saya bersua Mas Firman, tapi sudah bertemu beberapa kali di forum lain.  Pertemuan saya dengan Mas Firman menambah energi baru bagi saya untuk terus menekuni dunia kepenulisan. Sosok yang suka senyum ini hadir menjadi inspirator baru bagi saya kali ini. Saya layak ucapkan terima kasih banyak kepada UI BBC, Mas Firman, narasumber dan peserta yang hadir pada ini. 


Dari obrolan dengan Mas Firman saya mencatat beberapa hal penting, pertama, generasi X atau gen Z merupakan salah satu generasi dominan di Indonesia. Generasi ini oleh sebagian orang dicirikan sebagai generasi yang malas gerak atau mager, suka bosan atau subos, suka pada sesuatu yang instan, dan kerap berpikir pendek. Sementara oleh sebagian kalangan, generasi ini dicirikan sebagai generasi kreatif, inovatif dan kolaboratif. Bahkan ada yang menjelaskan bahwa generasi ini serba bisa. Apapun itu, generasi Z adalah elemen penting Indonesia. 

Kedua, tradisi menulis butuh pembelajaran. Menulis adalah aktivitas yang bisa ditekuni oleh siapapun. Sejak kecil kita sudah akrab dengan aktivitas menulis, namun tidak semua kita bisa menulis atau melahirkan tulisan yang bisa dibaca banyak orang. Karena itu, kita butuh proses belajar. Proses ini tidak akan pernah selesai. Maka belajar dan terus melatih adalah kuncinya. Proses pembelajaran yang kita lalui akan berdampak pada produktifitas dalam berkarya. Di sini pasti lelah, tapi kelelahan dalam menulis jauh lebih berharga daripada lelah dalam diam dan tak menghasilkan karya. 


Ketiga, menulis dapat mengabadikan diri dan gagasan kita. Sejarah selalu mengisahkan kepada kita bahwa tulisan dapat membuat usia kita menjadi abadi atau bertambah panjang. Gagasan sederhana yang kita miliki pun dapat dibaca dan dipahami oleh banyak pembaca bahkan generasi mendatang bila kita mampu meraciknya dalam bentuk tulisan terutama dalam bentuk buku. Jadi, bila kita memiliki gagasan dan ingin gagasan tersebut abadi, maka tulislah, terutama dalam bentuk buku. Jangan berhenti menulis, teruslah menulis! 

Keempat, menulis butuh kolaborasi. Menulis tidak bisa mengandalkan kemampuan diri kita sendiri. Apalagi di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini, membangun semangat kolaborasi dalam kepenulisan menjadi keniscayaan. Kolaborasi bisa dilakukan dengan menulis keroyokan, baik dalam bentuk bunga rampai artikel maupun buku. Tak ada alasan untuk tidak menulis, sebab terlalu banyak alasan untuk menulis. Menulis bisa dicicil, minimal dalam bentuk artikel yang terpublikasi. Selanjutnya, menulis buku. Kuncinya adalah kolaborasi.   


Kini kampus UI BBC saat ini akrab dengan tiga brand yaitu digital, riset dan literasi. Dengan demikian, penguatan literasi hingga jadi produk literasi seperti buku menjadi relevan. Bagi siapapun yang hendak punya karya tulis, maka menulis menjadi agenda yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Kita pun harus menyadari bahwa tak ada yang abadi dalam hidup ini, semuanya berakhir. Tapi tulisan bisa membuat semuanya abadi alias tak berkahir. Jika kita ingin dikenang dan punya kontribusi pada lapak sejarah, maka kita harus menulis. Kuncinya adalah rasa cinta. Tulislah dengan cinta, katakan cinta kita dengan tulisan hingga  jadi karya yang terpublikasi! (*)

* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Aku, Dia & Cinta" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah